1. Latar Belakang
Kerajaan
Kalingga adalah kerajaan bercorak Budha. Pusat pemerintahan diperkirakan di
wilayah Kabupaten Jepara saat ini. Dalam berita Cina kerajaan ini
disebiut Holing. Di sana dijelaskan bahwa pada abad ke 7 di Jawa Tengah
bagian utara sudah berdiri satu kerajaan. Rakyat dari kerajaan tersebut
hidupnya makmur dari hasil bercocok tanam serta mempunyai sumber air asin.
Hidup mereka tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Ilmu
perbintangan sudah dikenal dan dimanfaat dalam bercocok tanam.
Kerajaan
Kalingga memiliki pertalian dengan Kerajaan Galuh. Putri dari Ratu Shima yang
dikenal sebagai Putri Parwati menikah dengan putra mahkota Kerajaan Galuh yang
dikenal sebagai Mandi minyak, kemudian menjadi raja kedua di Kerajaan Galuh.
Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menjadi raja Kerajaan
Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram. Ia kemudian menjadi pemuka
dari sebuah dinasti atau wangsa terkenal sebagai Wangsa Sanjaya di Kerajaan
Mataram Kuno (Hindu). Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya
dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Raja
Sanjaya juga menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau
Bumi Sambara. Ia memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran .
2. Letak kerajaan kalingga
Pada abad ke-7
berdiri suatu kerajaan yang bernama Kalingga / Holing. Letak kerajaan kalingga
hingga kini belum dapat di pastikan. Hal itu di sebabkan karena adanya beberapa
pendapat yang yang berbeda dalam membahas letak kerajaan tersebut, di antaranya
:
a.
Menurut berita Cina yang berasal dari Dinasti Tang
menyebutkan bahwa letak kerajaan kalingga berbatasan dengan laut sebelah
selatan, Tan-Hen-La (Kamboja) di sebelah utara, Po-Li (Bali) di sebelah timur,
dan To-Po-Teng di sebelah barat. Nama lain dari Holing adalah Cho-Po (jawa)
sehingga berdasarkan berita cina tersebut dapat di simpulkan bahwa kerajaan
kalingga atau holing terletak di pulau jawa, khususnya jawa tengah.
b.
Dalam menentukan letak kerjaan kalingga / holing, J.L.
Moens meninjau dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan perdagangan.
Alasannya, selat malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktivitas
pelayaran perdagangan. Pendapat J.L. Moens bahwa holing berada di tepi pantai
selat malaka, di perkuat dengan di pertemukannya sebuah daerah di Semenanjung
Malaya yang bernama Keling.
3. Latar
Belakang Kerajaan Kalingga
Sumber sejarah
kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber
catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16
menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan
Galuh.
a.
Kisah lokal
Terdapat kisah
yang berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani legendaris yang
menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang
bulu. Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya
agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan
hukuman yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri.
Pada suatu
ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat
kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia
meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada
sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang
bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra
mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman
mati kepada putranya, dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan
putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang yang bukan miliknya,
para menteri mohon pengampunan lagi, akhirnya ratu memerintahkan agar jari-jari
kaki putra mahkota itu yang dipotong, sebagai peringatan bagi penduduk seluruh
kerajaan. Mendengar itu raja Ta-shih takut dan mengurungkan niatnya untuk
menyerang kerajaan Ratu Shima
b. Carita Parahyangan
Berdasarkan
naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian
menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu yang
bernama Sanaha yang menikah
dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan
Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah
Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan
menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian
mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu
Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi
Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga
Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki
putra yaitu Rakai Panangkaran.
c.
Berita Cina
Berita keberadaan
Ho-ling juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari zaman Dinasti Tang dan catatan I-Tsing.
Catatan dari
zaman Dinasti Tang
Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M – 906 M)
memberikan tentang keterangan Ho-ling sebagai berikut:
a. Ho-ling atau
disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah timurnya terletak Pulau
Bali dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
b. Ibukota Ho-ling
dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
c. Raja tinggal di
suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat
dari gading.
d. Penduduk Kerajaan
Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa
e. Daerah Ho-ling
menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
f. Catatan dari
berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling
diperintah oleh Ratu Sima (Simo). Ia
adalah seorang ratu yang sangat
adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling
sangat aman dan tentram.
Catatan I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa
pada abad ke-7 tanah Jawa telah
menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling
ada pendeta Cina bernama Hwining, yang
menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha. Ia
bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab
terjemahan itu antara lain memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita
ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama Buddha Hinayana.
4. Peninggalan
Peninggalan
Kerajaan kalingga adalah:
1.
Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di
ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di
Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa
Sanskerta. Prasasti
menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti
itu ada gambar-gambar seperti
trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
2. Prasasti
Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7
masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga
dari tokoh utamanya, Dapunta
Selendra, yaitu ayahnya
bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula.
Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang
bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
5. Silsilah Raja Kerajaan Kalingga
Catatan dari berita
Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh
Ratu Sima (Simo) yang dikenal sebagai raja yang patuh menjalankan hukum
kerajaan; bahkan diceritakan, barang siapa yang mencuri, akan dipotong
tangannya. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.
Disebutkan
bahwa ratu ini seorang pemimpin yang tegas, jujur dan bijaksana, serta
melaksanakan hukum dengan tegas. Ketegasannya dalam menerapkan keadilan
ditampilkan dengan cara menguji kejujuran rakyat Kanjuruhan. Dan cara ini memperlihatkan bahwa raja dan rakyat Kalingga
merupakan negara yang taat hukum, yang dipakai sebagai pedoman hidup bagi
mereka dalam bernegara dan beragama. Dengan kepatuhan terhadap hukum, kerajaan
Kalingga mendapatkan ketentraman dan kemakmuran.
Putri Maharani
Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama
Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani
Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari
Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang
bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
(723-732 M). Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya
menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian
disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di
Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di
Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan
Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara
puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra
yaitu Rakai Panangkaran.
6. Sumber Sejarah
Bukti
keberadaan Kerjaan Kalingga diketahui melalui adanya Prasasti peninggalan
Kerajaan Ho-ling yaitu Prasasti Tukmas. Prasasti ini
ditemukan di Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadidi lereng Gunung Merbabudi Jawa Tengah. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti
menyebutkan tentang mata air yang
bersih dan jernih. Sungai yang mengalir
dari sumber air tersebut
disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti
itu ada gambar-gambar seperti
trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan
lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
Sementara di
Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah,
ditemukan Prasasti Sojomerto. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti
ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh
utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya
bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula.
Prof. Drs. Boechari berpendapat
bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja
keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Kedua temuan
prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu
berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan kemungkinan
adanya hubungan dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang
kemudian di Jawa Tengah Selatan.
7. Masa Kejayaan Kerajaan Kalingga
Pada tahun 674
Masehi, kerajaan Kalingga diperintah oleh seorang Ratu Sima. Ratu Sima
merupakan raja yang terkenal di pemerintahan kerajaan Kalingga. Dibawah
kekuasaan Ratu Sima ini, kerajaan Kalingga mengalami
masa kejayaan. Pada saat itu, semua rakyat hidup dengan tenteram dan
makmur. Mereka tunduk dan patuh terhadap segala perintah Ratu Sima bahkan tidak
ada seorang pun rakyat atau pejabat kerajaan yang berani melanggarnya.
Pada suatu
hari, ada seorang raja yang sangat penasaran dengan kejujuran rakyat Holing.
Raja itu bernama Raja Ta-shih. Ia berkeinginan untuk menguji kejujuran rakyat
Holing. Untuk membuktikannya, raja Ta-shih mengirim utusan ke holing. Utusan
tersebut diperintahkan untuk meletakkan pundi-pundi emas secara diam-diam di
tengah jalan dekat keramaian pasar. Tetapi tidak ada seorang pun yang berani
menyentuh pundi-pundi emas tersebut hingga 3 tahun lamanya. Namun, pada suatu
hari Sang Putera Mahkota sedang berjalan-jalan melewati pasar tersebut. Ketika
berjalan, kaki Putera Mahkota tidak sengaja menyenggol pundi-pundi emas. Salah
seorang warga melihat kejadian itu dan ia melaporkan kepada pemerintah
kerajaan. Laporan tersebut terdengar oleh Ratu Sima. Maka Ratu Sima
memerintahkan agar anaknya di potong kakinya sebagai hukuman. Karena hukuman
itu dirasa terlalu berat, para penasehat Ratu memohon agar hukuman diperingan,
namun Ratu berkeras. Setelah didesak, Ratu Sima memutuskan untuk memperingan
hukumannya. Kaki putra mahkota tidak jadi dipotong tetapi hanya jari-jari
kakinya saja.
8.Kehidupan
Masyarakat Kerajaan Kalingga
a. Politik
Berdasarkan
berita Cina disebutkan bahwa Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putri
yang bernama Ratu Sima. Pemerintahannya berlangsung dari sekitar tahun 674
masehi. Pemerintahan Ratu Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana. Kepada
setiap pelanggar, selalu diberikan sangsi tegas. Rakyat tunduk dan taat
terhadap segala perintah Ratu Sima. Bahkan tidak seorang pun rakyat atau
pejabat kerajaan yang berani melanggar segala perintahnya. Diceritakan,
mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur dan
menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman yang keras yaitu
pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri.
Pada suatu
ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat
kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia
meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada
sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang
bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra
mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman
mati kepada putranya, dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan
putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang yang bukan
miliknya, para menteri mohon pengampunan lagi, akhirnya ratu memerintahkan agar
jari-jari kaki putra mahkota itu yang dipotong, sebagai peringatan bagi penduduk
seluruh kerajaan. Mendengar itu raja Ta-shih takut dan mengurungkan niatnya
untuk menyerang kerajaan Ratu Shima
a.
Sosial
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena
sistem pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping sangat adil dan
bijaksana dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan
mentaati segala keputusan Ratu Sima. Ratu sima tidak pernah memihak dalam
sosialnya ia hanya membina dan sebagai penguasa kerajaan. Karena sifat Ratu
Sima yang sangat keras ia langsung membanggun lembaga masyarakat yang
sudah jelas fungsi dan tugasnya. Ratu Sima mendirikan lembaga masyarakat untuk
membantu dirinnya dalam mengatasi rakyatnya. Lembaga yang sudah terbentuk sudah
memberlakukan sistem perundang-undangan. Beliau telah membuat dan menyusun
perundang-undang yang sempurna dengan dibantu lembaga masyarakat. Hadirnya
sistem perundang-undangan tersebut berjalan dengan baik .
b.
Ekonomi
Kehidupan
perekonomian masyarakat Kerajaan Holing berkembang pesat. Masyarakat Kerajaan
Holing telah mengenal hubungan perdagangan. Mereka menjalin hubungan
perdagangan pada suatu tempat yang disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka
mengadakan hubungan perdagangan dengan teratur. Kegiatan ekonomi masyarakat
lainnya diantaranya bercocok tanam, menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula
badak dan gading. Di Holing ada sumber air asin yang dimanfaatkan untuk membuat
garam. Hidup rakyat Holing tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan.
Berkat kondisi itu rakyat Ho-ling sangat memperhatikan pendidikan. Buktinya
rakyat Ho-ling sudah mengenal tulisan, selain tulisan masyarakat Ho-ling juga
telah mengenal Ilmu perbintangan dan dimanfaatkan dalam bercocok tanam. Rakyat
dari kerajaan tersebut hidupnya makmur dari hasil bercocok tanam serta
mempunyai sumber air asin. Hidup mereka tenteram, karena tidak ada kejahatan
dan kebohongan. Ilmu perbintangan sudah dikenal dan dimanfaat dalam bercocok
tanam.
Kegiatan
ekonomi Kalingga adalah perdagangan dan pelayaran karena letak kerajaan di
semenanjung melayu. Jadi perdagangan sangat lah lancar dan terkendali,
perdagangannya amat maju dan pelayaran disana sebagai alat transportasi yang
mudah juga cepat. Hal ini yang mendukung perkembangan ekonomi di kerjaan
Holing. Transportasi dan pemerintahan yang bagus itu menggaibatkan
terjadinya hubungan perdagangan antar negara lain. Hal ini membuktikan bahwa
perkembangan kerajaan holing sangat amat berkembang dengan pesat.
Holing sendiri
banyak ditemukan barang-barang yang bercirikan kebudayaan Dong-Song
dan India. Hal ini menunjukkan adanya pola jaringan yang sudah terbentuk
antar Holing dengan bangsa luar. Wilayah perdaganganya meliputi laut China
Selatan sampai pantai utara Bali. Tetapi perkembangan selanjutnya sistem
perdagangan Holing mendapat tantangan dari Sriwijaya, yang pada akhirnya
perdagangan dikuasi oleh Sriwijaya. Sehingga Sriwijaya menjadi kerajaan yang
menguasai perdagangan pada pertengahan abad ke-8.
c.
Agama
Kerajaan
kalingga merupakan kerajaan yang sangat terpengaruh oleh ajaran Budha. Oleh
karena itu, Holing menjadi pusat pendidikan agama Budha. Holing memiliki
seorang pendeta yang bernama Jnanabhadra. Hal itu menyebabkan masyarakat Holing
mayoritas beragama Budha.
Pada suatu
hari, seorang pendeta Budha dari Cina berkeinginan menuntut ilmu di Holing.
Pendeta itu bernama Hou-ei-Ning. Ia pergi ke Holing untuk menerjemahkan kitab
Hinayana dari bahasa sansekerta ke bahasa Cina. Salah satu sumber yang
berbicara tentang keagamaan Kerajaan Ho-ling adalah sumber Cina yang berasal dari
catatan perjalanan I-tsing, seorang pendeta agama Budha dari Cina dan kronik
Dinasti Sung. Dikatakan bahwa pada 664-667 M, pendeta Budha Cina bernama
Hwu-ning dengan pembantunya Yun-ki datang ke Ho-ling. Di sana kedua pendeta
tersebut bersama-sama dengan Joh-na po-t’o-lo menerjemahkan Kitab Budha bagian
Nirwana. Terjemahan inilah yang dibawa pulang ke Cina. Menurut I-tsing, Kitab
suci Budha yang diterjemahkan tersebut sangat berbeda dengan kitab Suci Budha
Mahayana. Menurut catatan Dinasti Sung yang memerintah setelah Dinasti T’ang,
terbukti bahwa terjemahan yang diterjemahkan Hwu-Ning dengan Yun-ki bersama
dengan Njnanabhdra itu adalah kitab Nirwana bagian akhir yang menceritakan
tentang pembakaran jenazah sang Budha, dengan sisa tulang yang tidak habis terbakar
dikumpulkan untuk dijadikan relik suci. Dengan demikian jelas bahwa Ho-ling
tidak menganut agama Budha aliran Mahayana, tetapi menganut agama Budha
Hinayana aliran Mulasarastiwada. Kronik Dinasti Sung juga menyebutkan bahwa
yang memimpin dan mentahbiskan Yun-ki menjadi pendeta Budha adalah
Njnanabhadra.
d.
Budaya
Mayoritas
masyarakatnya memeluk agama budha begitu juga dengan kebudayaanya banyak di
pengaruhi oleh budaya india. Selain agamanya yang lekat dan kental banyak
tercampur dan terpengaruh dengan adat istiadat kebudayaan orang india hal ini
juga berpengaruh pada Ratu Sima karena menerima dengan baik kebudayaan india
masuk di kerajaan Holing.
mohon maaf, untuk daftar bacaan atau daftar pustaka nya berasal dari bahan bacaan apa saja ya?
BalasHapus