Selasa, 28 Oktober 2014

PROPOSAL PENELITIAN ;“Pelaksanaan Model Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning (CTL) Pada Pembelajaran PKn di SMP Negeri 5 RAHA”



CONTOH PROPOSAL PENELITIAN ;“Pelaksanaan Model Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning (CTL) Pada Pembelajaran PKn di SMP Negeri 5 RAHA”
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi manusia peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak  mulia, sehat, kreatif, dan menjadi warga nasional Negara yang demokratis serta bertanggung jawab bertitik tolak dari tujuan pendidikan tersebut, manusia Indonesia yang hendak dibentuk melalui proses pendidikan bukan sekedar manusia yang berilmu pengetahuan semata tetapi sekaligus membentuk manusia Indonesia yang berkepribadian sebagai warga Negara Indonesia yang demokrasi dan bertanggung jawab.
Dalam kaitannya dengan pembentukan warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, pendidikan kewarganegaraan (PKn) memiliki peranan yang strategis dalam membentuk sikap dan perilaku siswa di sekolah maupun masyarakat dalam keseharian sehingga diharapkan setiap individu mampu menunjukan  perilaku yang baik (Depdiknas, 2004).
Perkembangan teknologi yang sangat pesat sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan dampak positif maupun negatif. Perkembangan teknologi ini di mulai dari Negara maju, sehingga Indonesia sebagai Negara berkembang perlu mensejajarkan diri dengan Negara-negara yang sudah maju tersebut.
Dalam dunia pendidikan peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan berbagai cara. Salah satunya adalah penyempurnaan kurikulum dan perbaikan proses belajar mengajar. Perubahan kurikulum tidak banyak berarti bila tidak diikuti dengan perubahan kegiatan belajar mengajar (KBM) baik dalam kelas maupun di luar kelas. Salah satu upaya perubahan kegiatan belajar mengajar adalah penerapan pelaksanaan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning), dengan kata lain belajar harus melibatkan sebanyak mungkin kegiatan siswa dengan berbagai macam pembelajaran siswa aktif.
Saat ini, telah dikembangkan program pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dalam CTL proses pembelajaran tidak hanya menekankan pada kecakapan belajar semata tetapi lebih dari itu. Tujuan pembelajaran didesain sedemikian rupa sehingga kecakapan belajar seiring dengan kecakapan sosial.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan telah banyak dilakukan oleh Pemerintah antara lain pelaksanaan seminar dan lokakarya pendidikan, pemantapan kerja guru, pemantapan materi-materi pelajaran serta model pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu. Proses pelaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran PKn di SMPN 5 Raha tidak hanya tergantung pada metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen yang ada pada kegiatan proses belajar mengajar itu akan saling menyesuaikan dalam rangka mendukung pencapaiaan tujuan belajar bagi anak didik (http://www.peningkatanmutupendidikan.com.html)
Komponen-komponen itu misalnya guru, metode, alat atau teknologi, sarana dan tujuan. Untuk mencapai tujuan model pembelajaran yang instruksional. Masing-masing komponen itu akan merespon dan mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Semuannya itu akan berjalan sesuai dengan harapan apabila didukung dengan penguasaan dan kemampuan siswa.
Upaya untuk lebih meningkatkan pelaksanaan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning). CTL sangat sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pelaksanaan model pembelajaran kontekstual saat ini banyak diterapkan di Sekolah-sekolah khususnya SMP N 5 Raha. Kurangnya pemahaman konsep pendidikan kewarganegaraan khusunya kelas VII, di duga salah satu penyebabnya adalah pelaksanaan model pembelajaran CTL yang belum meksimal pelaksanaannya. Dari kenyataan ini salah satu upaya yang dilakukan untuk menjawab fenomena diatas adalah dengan cara melakukan pelaksanaan model pembelajaran CTL dengan benar dan terarah pelaksanaannya. Hal ini dapat dilihat dalam pengertian pembelajaran CTL yaitu pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Berhasil tidaknya pembelajaran kontekstual pada suatu kelas tersebut tergantung pada masing-masing guru yang menyajikan materi pelajaran pada siswa.
Pembelajaran CTL pada dasarnya adalah konsep pembelajaran yang bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan yang nantinya secara fleksibel dapat diterapkan dari suatu permasalahan atau dari suatu konteks ke konteks lain sehingga pemahaman siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal (Nurhadi, 2000: 12).
Proses pelaksanaan model pembelajaran CTL tidak semata-mata hanya tergantung pada cara atau metode yang dilakukan oleh guru sebagaimana model yang dipahami dalam pembelajaran CTL. Akan tetapi komponen-komponen yang lain juga turut mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran CTL yang dilakukan. Komponen-komponen itu misalnya guru, siswa, lingkungan, teknologi, sarana  dan tujuan (Depdiknas, 2002).
Dalam CTL diperlukan sebuah model pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu, dengan pelaksanaan model pembelajaran CTL siswa belajar mengingat pengetahuan bukan seperangkat fakta dan konsep yang siap ditertima, akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa sesuai dengan perkembangan jaman. Proses pembelajaran terjadi antara staf pengajar (guru, siswa, penyuluh) sebagai upaya bersama untuk mengolah proses pelaksanaan model pembelajaran CTL dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Model Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning (CTL) Pada Pembelajaran PKn di SMP Negeri 5 RAHA” 

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut
1.      Bagaimana Pelaksanaan Model Pembelajaran CTL Pada Mata Pelajaran PKn Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Raha.
2.      Faktor-Faktor Apakah Yang Mendukung Dan Menghambat Pelaksanaan Model Pembelajaran CTL Pada Pembelajaran PKn Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Raha.
3.       Bagaimana Upaya-Upaya Guru Dalam Mengatasi Kelemahan Penggunaan Metode CTL.

C.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran PKn di sekolah menengah pertama (SMP) Negeri 5 Raha.
2.      Faktor-faktor Yang Mendukung Dan Menghambat Pelaksanaan Model Pembelajaran CTL Pada Pembelajaran PKn Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Raha.
3.      Upaya-Upaya Guru Dalam Mengatasi Kelemahan Penggunaan Metode CTL.
 
D.      Manfaat Penelitian 
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai masukan untuk pembinaan dan pengembangan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajaran CTL.
2.      Dapat memberikan manfaat bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
3.      Membatu siswa mempermudah mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajara CTL yang menekankan kerjasama.
4.      Sumbangan pemikiran bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam upaya penyempurnaan pelaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran PKn di sekolah menengah pertama (SMP) negeri 5 Raha.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Konsep Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sistem pembelajaran sekarang telah diarahakan agar para siswa dapat diajarkan dengan sistem Contekstual Teaching and Learning (CTL), bahwa proses pembelajaran harus berjalan secara holistik membantu siswa untuk memahami makna dan tujuan materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (koteks pribadi, sosial, kultural, atau lingkungannya). Sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. (Muhammad Nur : Pengajaran dan pembelajaran contextual, 2001)
Konsep belajar CTL adalah sebuah usaha kerja sama antara guru dengan siswa dalam mengaitkan materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapan lingkungannya. Tujuan akhir dari sistem pembelajaran CTL adalah mefungsikan proses belajar mengajara (PBM) mengaitkan materi ajar dengan lingkungan siswa, sehingga para siswa mendapat pengalaman belajar yang sesuai dengan dunia nyata. (Muhammad Nur : Pengajaran dan pembelajaran contextual, 2001)
Dalam CTL diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui konsep bukan menghafal, mengingat pengetahuan seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai perkembangan zaman.
Proses pembelajaran terjadi antara staf pengajar (guru, dosen, penyuluh dan sebagainya). CTL merupakan sebuah upaya bersama untuk mengolah berbagai informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Maka kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran adalah munculnya kemampuan belajar secara mandiri. Proses Belajar Mengajar (PBM) yang sudah diakui saat ini harus dilibatkan 3 aspek, yaitu : aspek psikomotor, aspek kognitif, dan aspek efektif. (Ananda : Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 2003)
Aspek psikomotor dapat difasilitasi lewat adanya praktikum-praktikum dengan tujuan terbentuknya keterampilan eksperimental. Aspek kognitif difasilitasi dengan berbagai aktifitas penalaran dengan tujuan adalah terbentuknya penguasaan intektual. Sedangkan aspek afektif dilakukan lewat aktifitas pengenalan dan kepekaan lingkungan dengan tujuan terbentuknya kematangan emosional. Ketiga aspek tersebut bila dapat dijalankan dengan baik akan membentuk kemampuan berfikir kritis dan menculnya kreatifitas. Dua kemampuan inilah yang mendasari skill problem solving yang diharapkan wujud dari siswa.
Untuk menghasilkan sebuah proses pembelajaran yang baik maka paling tidak harus terdapat 4 tahapan, yaitu : (1) tahap berbagi dan mengolah informasi, kegiatan di kelas, laboratorium, dan perpustakaan merupakan aktifitas untuk berbagi dan mengolah informasi, (2) tahap internalisasi, (3) mekanisme balikan, kuis, ulangan atau ujian serta komentar dan proses balikan, (4) evaluasi, aktifitas assesment yang berdasarkan pada tes atau tanpa tes termasuk assesment diri adalah bagian dari proses evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan secara reviu ataupun dengan survei terbatas. (Blanchard dalam Nur : Pengajaran dan Pembelajaran Contextual, 2001)
Seharusnya emplementasi proses pembelajaran di sekolah senantiasa dievaluasi untuk memenuhi aspek-aspek diatas. Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksikan, pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar, anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar, tugas guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dan pengetuhuan baru. Kemudian memfasilitasi kegitan belajar. Pentingnya lingkungan belajar, siswa bekerja dan belajar secara baik di panggung maka tugas guru mengarahkannya dari dekat.
Hakekatnya bahwa komponen pembelajaran yang efektif meliputi :
a.    Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperoleh melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan. (Nurhadi : Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, 2003)
b.    Tanya jawab,dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan di kelas. Inkuiri, merupakan siklus belajar pengetahuan/konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori dan konsep. Siklus inkuiri meliputi : observasi, Tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan. Nurhadi : Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, 2003)
c.    Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam ; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajad, bekerja dengan kelas di atasnya, bekerja dengan masyarakat. Pemodelan, dalam konsep ini, kegiatan mendemonstrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukun sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberikan model how to learn (cara belajar). Nurhadi : Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, 2003)
d.   Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang mudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dari jurnal buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
e.    Penilaian autentik, prosedur penilaian yang menunjukan kemamapuan (pengtahuan, keterampilan, sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian autentik adalah pada pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada informasi yang diperolehnya diakhir periode. Kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa. Nurhadi : Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, 2003)
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru kesiswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil dalam kelas kontekstual. Tugas guru membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. (Hamallik dalam Tamburaka : Proses belajar Mengajar, 1997)
Pembelajaran CTL merupakan alternatif dalam dalam proses belajar mengajar memberi alternatif kepada siswa dan guru memahami materi ajar dengan konteks lingkungan alam yang tersedia. Dalam hal ini pemahaman tentang PBM dan pemahaman CTL dan realisasinya. Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
1.        Proses belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka. Anak mencatat pola-pola bermakna dan pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendari. (Sumber : http//: Semoel, Pendekatan Contextual, 2011)
2.        Transfer belajar; siswa belajar dan mengalami sendiri, buka dari pemberian orang lain. Keterampilan dari pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas. Penting bagi siswa tahu untuk apa ia belajar dan bagaimana pengetahuan dan keterampilan itu.
3.        Siswa sebagai pembelajar. Manusia mempunyai kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecendarungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru. Strategi belajar itu penting, anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru, akan tetapi hal-hal yang sulit strategi belajar amat penting.
4.        Pentingnya lingkungan belajar, belajar yang efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa bekerja dan berkarya, guru mengarahkan. Pengajaran harus pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Umpan balik sangat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar. (Sumber : http//: Semoel, Pendekatan Contextual, 2011)

B.      Pengertian Contextual Teaching and Learing (CTL)
Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan konten materi ajar dengan situasi di dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya kedalam kehidupan mereka sebagai anggoata keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Jadi CTL merupakan pengajaran yang memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam berbagai macam tatanan dalam dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah yang diasumsikan (US Department of Educational And The School To Work Off Line dalam Nur 2001).
Kaitannya dengan hasil belajar PKn yang menerapkan model pembelajaran CTL akan meningkat apabila guru melakukan secara meksimal. Ini berarti menuntut kemampuan guru PKn untuk dapat menerapkan pelaksanaan model pembelajaran CTL sesuai dengan tujuan instruksional pembelajaran. 

C.      Prinsip Penerapan CTL 
Berkaitan dengan faktor kebutuhan individual siswa, untuk menerapkan model pembelajaran CTL guru perlu memegang prinsip pembelajaran sebagai berikut:
1.    Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa.
Hubungan antara isi kurikulum dalam metodologi yang digunakan untuk mengajar harus didasarkan pada kondisi sosial, emosional dan perkembangan intelektual siswa.
2.    Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung.
Siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas). Kemampuan itu merupakan bentuk kerjasama  yang diperlukan orang dewasa di tempat kerja dan konteks lain. (Brockman : Penerapan Contextual Tesching and Learning, 2001)
3.    Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
Lingkungan yang mendukung pembelajaran yang mandiri memilki 3 karateristik umum yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan
4.    Mempertimbangkan keragaman siswa
Di kelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya misalnya latar belakang suku bangsa, status sosial ekonomi, bahasa utama yang dipakai di rumah, dan bebagai kekurangan yang mungking mereka miliki. (Sumber : http//: Semoel, Pendekatan Contextual, 2011)
5.    Memperhatikan multi-intelegensi siswa
Dalam menggunakan model pembelajaran CTL, maka cara siswa berpartisipasi dalam kelas harus memperhatikan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, dalam melayani siswa di kelas, guru harus memadukan berbagai strategi model pembelajaran CTL sehingga pengajaran akan efektif bagi siswa dengan berbagai intelegensinya itu. (Brockman 2001)
6.      Mengandung teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. (Ananda : Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 2003)
Agar pembelajaran CTL mencapai tujuannya, maka jenis dan tingkat pertanyaan harus diungkapkan/ditanyakan. Pertanyaan harus secara hati-hati direncanakan untuk menghasilkan tingkat berpikir, tanggapan dan tindakan yang diperlukan siswa dan sluruh peserta di dalam proses pembelajaran CTL.
7.      Menerapkan penilaian autentik
Penilaian autentik mengevaluasi penerapan pengetahuan dan berpikir kompleks seorang siswa daripada hanya sekedar menghafal informasi actual kondisi alamiah pembelajaran CTL memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan dan keterampilan lebih dengan cara yang bervariasi dibandingkan dengan penilaian state disiplin. (Ananda 2001)

D.      Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Permasalahan besar yang dihadapi peserta didik sekarang adalah mereka belum biasa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka mempelajari informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul biasa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk menghadapi konsep akadamis (seperti konsep matematika, fisika, dan biologi), karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik hanya terbatas pada metode ceramah. Di sisi lain tentunya tahu apa yang mereka pelajari saat ini  akan sangat berguna bagi mereka di kehidupan. (http//: Model-model pembelajaran Contextual)
CTL adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari. Agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek yang mudah dilupakan, Tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang. . (http//: Model-model pembelajaran Contextual)
Menurut teori pembelajaran kontekstual, pembelajaran hanya terjadi ketika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap ke dalam benak mereka dan mereka mampu menghubungkanya dengan kehidupan nyata yang ada disekitar mereka. Pendekatan ini mengansumsikan bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus di ruang kelas, tapi bisa di labolatorium, tempat kerja, sawah atau tempat lainnya. Mengharuskan pendidik untuk pintar-pintar memilih serta mendesain lingkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi sosial, budaya, ekonomi, kesehatan serta lainnya, sehingga siswa memiliki kemampuan dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. . (http//: Model-model pembelajaran Contextual)
Dalam lingkungan seperti ini, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dengan nyata, konsep diinternalisasi melalui menentukan, memperkuat serta menghubungkan. Sebagai contoh mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat dikena panas atau dingin. . (http//: Model-model pembelajaran Contextual)
Dengan penerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikut tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta diantara:
1.    Prinsip saling ketergantungan
Mengajarkan bahwa segala sesuatu dialam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling ketergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan sisiwa-siswa, serta dengan masyarakat dan dengan lingkunggan. Prinsip itu mengajak para siswa untuk saling kerja sama saling mengutarakan pendapat saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana dan mencari pemecahan masalah.
2.    Prisip diferensisasi
Merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip ini membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. (http//: Prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning)
3.    Prinsip pengaturan diri
Menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan didasari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dari perilaku sendiri, memilih alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dengan kritis melalui bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.
Dalam model pelaksanaan pembelajaran CTL guru dituntut membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya guru lebih berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar lebih menekankan student centered dari pada teacher centered. Kurikulum dan pengajaran yang di dasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting mengaitkan, mengalami, menerapkan, kerja sama, dan mentrasfer.
Mengaitkan: belajar dalam kontekstual pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatikan kejadian sehari-hari yang mereka liat, peristiwa yang terjadi disekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu menghubungkan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut. (http//: Prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning)
Mengalami: belajar dalam konteks eksplorasi, merupakan inti belajar kontekstual dimana mengingatkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan untuk melakukan penelitian aktif.
Menerapkan: menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan sub konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotifasi siswa dengan memberikan latihan-latihan yang realistis dan relevan.
Kerjasama: belajar dalam konteks berbagi, merespon dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok, sering dapat mengatasi masalah yang komplek dan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja sama dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai ditempat kerja. (http//: Prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning)
Mentransfer: belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama;
1.    Konstruktivisme (construtivism). Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, tetapi menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya. (http//: Pendekatan-pendekatan Kontekstual)
2.    Menemukan (inquiry). Merupakan bagian dari inti kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Inquiry merupakan sebuah siklus yang terdiri dari obsevasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.
Bertanya (questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama mempelajari kontekstual. Kegiatan bertanya untuk menggali informasi, menggali pemahaman siswa, membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh mana keingin tahuan siswa, mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan.
4.    Masyarakat belajar (learning komunity). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman, antar kelompok dan lainnya. Dan antara yang tahu kepada yang belum tahu. Masyarakat dikatakan belajar apabila terjadi komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajar saling belajar.
5.    Pemodelan (modeling). Pemodelan pada dasarnya membahas yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
6.    Refleksi (reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang atau yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang baru perupa pertanyaan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7.    Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil. (http//: Prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning)

E.       Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Pelaksanaan model pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaanya. Secara garis besar, langkah pembelajaran kontekstual antara lain mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Dalam hal ini:
a.         Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
b.        Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
c.         Ciptakan masyarakat pembelajar
d.        Hadirkan model sebagai contoh belajar
e.         Lakukan refleksi di akhir pertemuan
f.         Lakukan penelitian yang sebenarnya dengan berbagai cara
(Sumber : http//: Penerapan Pendekatan Kontekstual)
Menurut Nurhadi (2003 : 31) mengatakan bahwa model pembelajaran kontekstual didasari oleh tujuh komponen yaitu:
1.    Konstrutivisme
a.         Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal
b.        Pembelajaran harus dikemas jadi proses pemahaman bukan menghafal pengetahuan
2.    Inquiri
a.         Proses perpindahan dari pengalaman menjadi pemahaman
b.        Siswa belajar menggunakan keterapilan berpikir kritis
3.    Questioning :
a.         Kegiatan guru mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
b.        Bagi siswa merupakan bagian penting dalam pembelajaran berbasis inquiri
4.    Learning community
a.         Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
b.        Bekerja sama dengan orang lain lebih baik dari pada belajar sendiri
c.         Tukar pengalaman
d.        Berbagi ide
5.    Modeling :
a.         Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan belajar
b.        Mengerjakan apa yang guru inginkan
6.    Refleksion :
a.         Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
b.        Mencatat apa yang telah dipelajari
c.         Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7.        Authentic assessment :
a.    Mengukur keterampilan dan kemampuan siswa
b.    Penilaian produk
c.    Tugas yang relevan dan kontekstual
Asmudin (2001: 1) mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa dengan konsep tersebut pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.  

F.  Teori-Teori Pembelajaran CTL
Beberapa teori yang berkembang berkaitan dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah sebagai berikut.
a.    KnowledgeBased Constructivism
Teori ini beranggapan bahwa belajar bukan menghapal, melainkan mengalami, di mana peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, melalui partisipasi aktif secara inovatif dalam proses pembelajaran. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)
b.    Effort – Based Learning / Incremental Theory
Teori ini beranggapan bahwa bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan mendorong pesertadidik memiliki komitmen terhadap belajar. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)

c.    Socialization
Teori ini beranggapan bahwa belajar merupakan proses sosial yang menentukan terhadap tujuan belajar. Oleh karena itu, faktor sosial dan budaya merupakan bagian dari sistem pembelajaran. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)

d.    Situated Learning
Teori ini beranggapan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus situasional, baik dalam konteks secara fisik maupun konteks sosial dalam rangka mencapai tujuan belajar. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)
e.    Distributed Learning
Teori ini beranggapan bahwa manusia merupakan bagian integral dari proses pembelajaran, yang didalamnya harus ada terjadinya proses sebagai pengetahuan dan bermacam – macam tugas. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)
f.     Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)

G.    Teori-Teori Belajar
Menurut Asri Budininsih (Belajar dan Pembelajaran: 2005)Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendididkan. Belajar merupakan suatu proses perubahan tinggkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan penjelasan diatas maka akan dikemukakan beberapa teori-teori tentang belajar adalah sebagai berikut:
a.    Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. ( Slameto : Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengauhinya, 1995)
b.    Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
c.    Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
d.    Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Selain dari teori-teori tersebut diatas,ada juga teori lain yang berhubungan arat dengan belajar seperti:
a.    Teori Belajar Humanis
Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah sebagai seorang fasilitator.Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah untuk membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu dalam kaitannya maka setiap diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri. (http//: macam-macam Teori Belajar)
b.   Teori belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. (http//: macam-macam Teori Belajar)
c.    Teori Pembelajaran Sosial
Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).
d.   Teori Belajar bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. (David Ausebel : Teori-teori Belajar, 1996)

H. Kerangka Pikir
Kata kontekstual berasal dari kata Context yang berarti “hubungan, konteks, suasana dan keadaan konteks”. Sehingga pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti : yang berkenenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks, yang membawa maksud, makna dan kepentingan.
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari.Contextual Teaching and Learning yang umumnya disebut dengan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
Konsep dasar strategi Contextual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menentukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami.
Pertama, Pembelajaran Kontekstual atau CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual atau CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, Pembelajaran Kontekstual (CTL) mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, Pembelajaran Kontekstual (CTL) mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaiman materi pelajaran itu dapat mewar perilakunya dalam kehidupan sehari – hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Jadi pembelajaran CTL adalah sebuah usaha kerjasama antara guru dan siswa dalam mengaitkan materi belajar dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan lingkungannya. Tujuan akhir system pembelajaran CTL adalah mengfungsikan proses belajar mengajar (PBM) mengaitkan materi belajar dengan lingkungan siswa. Dalam CTL diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa, Dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan penetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Di samping itu siswa belajar melalui mengalami buka menghafal, mengingat pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkambangan jaman. (http//: Pembelajaran Contextual Teachin and Learning)


BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Dikatakan demikian karena peneliti terlibat langsungg di lokasi penelitian

B.       Lokasi Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksakan di SMP N 5 Raha, Jln. Jend. Sudirman No. 71 Raha Kecamatan Katobu, Kabupaten Muna.Dimana disebelah timur berbatasan dengan Jln.Sultan Syahrir,Seblah utara berbatasan dengan Jln.Emy Saelan,dan sebelah selatan berbatasan dengan Jln Sugi Manuru. Adapun luas lahan pada area penelitian ini adalah 3.962 m2 dengan nomor statistic sekolah 20.1.200201056

C.      Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 19 Mei sampai dengan 23 Mei 2011.

D.      Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah wawancara dan angket. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

E.       Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa/siswi kelas VII Semester ganjil Tahun ajaran 2010/2011, dan 1 orang guru yang mengajar PKn di SMP N 5 Raha.

F.       Prosedur Penelitian
            Penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan angket dan wawancara, kepada pihak yang terlibat langsung tanpa adanya mediasi mengenai palaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran PKn di SMP Negeri 5 Raha.

G.      Teknik Penelitian
Teknik penelitian ini adalah deskriptif, berupa kata-kata secara lisan dari pihak yang  diamati berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan untuk menggambarkan pelaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran PKn di SMP Negeri 5 Raha.

H.      Definisi Operasional
Fokus kajian
a.    Proses pelaksanaan model pembelajaran yang menggunakan model pembelajara CTL pada pembelajaran PKn di kelas VII SMP N 5 Raha
b.    Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembelajaran CTL pada mata pelajaran PKn.
c.    Upaya-upaya guru dalam mengatasi kelemahan penggunaan metode CTL di sekolah


DAFTAR PUSTAKA
Asmudin, 2001. Pembelajaran Berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning) Depdiknas. Surabaya
Nur, Muhammad, 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Contextual. Depdiknas Surabaya
Nurhadi, dkk, 2003. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).Universitas Negri Malang
Ali, Muhammad, 1985. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Harapan, Bandung
Ardiana, Leo Indra, dkk, 2002. Metode Pembelajaran (Modul Pelatihan Terintegrasi). Proyek P2M SLTP : Jakarta
Hartadji,Nursyafii.2001.Pengembangan dan Uji Coba Perangkat Kontekstual Teaching and Learning.Jakarta:Depdikbuds
Ismail,2002. Model-Model Pembelajaran.Jakarta; Depdiknas.
Rostiyah,M.K.1989.Masaalah-masalah kegururuan.jakarta:Bina aksara
Rusian,Tabrani,dkk.1989. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:Remaja karya.
Slameto,1995. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta.
Sulistiyono,T. 2003. Wawasan Pendidikan (Metode Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi). Jakarta : Proyek peningkatan mutu SLTP.
Soenarto, Sunaryo. 2002. Interaksi Pembelajaran dan Pengelolaan kelas. Jakarta: Dirjen dikdasmen.
Sulistyono,T.2003.Wawasan Pendidikan (Metode Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi).Jakarta:Proyek Peningkatan Mutu SLTP.
Indra Kusuma, Amir Damien.1986. Pengatar Ilmu Pendididkan. Usaha Nasional:Jakarta.
Rostiyah, M.k.1989. Masalah-Masalah Keguruan. Jakarta:Bina aksara.
Maleong, Lexy.1993 Metode Pelatihan Kualitatif. Jakarta:Rosda karya.
Azhari, Ilyas. Psikologi Pendidikan. Semarang : Toha Putra. 1996
Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung Remaja Rosdakarya. 2005
Nursyamsi. Psikologi Pendidikan. Padang : Baitul Hikmah. 2003
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. 2005
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 200

0 komentar:

Posting Komentar