CONTOH
PROPOSAL PENELITIAN ;“Pelaksanaan Model Pembelajaran Contekstual Teaching and
Learning (CTL) Pada Pembelajaran PKn di SMP Negeri 5 RAHA”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi manusia peserta didik
agar menjadi Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, kreatif, dan menjadi warga nasional Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab bertitik tolak dari tujuan pendidikan tersebut,
manusia Indonesia yang hendak dibentuk melalui proses pendidikan bukan sekedar
manusia yang berilmu pengetahuan semata tetapi sekaligus membentuk manusia
Indonesia yang berkepribadian sebagai warga Negara Indonesia yang demokrasi dan
bertanggung jawab.
Dalam
kaitannya dengan pembentukan warga Negara Indonesia yang demokratis dan
bertanggung jawab, pendidikan kewarganegaraan (PKn) memiliki peranan yang
strategis dalam membentuk sikap dan perilaku siswa di sekolah maupun masyarakat
dalam keseharian sehingga diharapkan setiap individu mampu menunjukan
perilaku yang baik (Depdiknas, 2004).
Perkembangan
teknologi yang sangat pesat sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan dampak positif
maupun negatif. Perkembangan teknologi ini di mulai dari Negara maju, sehingga
Indonesia sebagai Negara berkembang perlu mensejajarkan diri dengan
Negara-negara yang sudah maju tersebut.
Dalam
dunia pendidikan peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan berbagai
cara. Salah satunya adalah penyempurnaan kurikulum dan perbaikan proses belajar
mengajar. Perubahan kurikulum tidak banyak berarti bila tidak diikuti dengan
perubahan kegiatan belajar mengajar (KBM) baik dalam kelas maupun di luar
kelas. Salah satu upaya perubahan kegiatan belajar mengajar adalah penerapan
pelaksanaan model pembelajaran CTL (Contextual
Teaching and Learning), dengan kata lain belajar harus melibatkan sebanyak
mungkin kegiatan siswa dengan berbagai macam pembelajaran siswa aktif.
Saat
ini, telah dikembangkan program pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dalam CTL proses pembelajaran
tidak hanya menekankan pada kecakapan belajar semata tetapi lebih dari itu.
Tujuan pembelajaran didesain sedemikian rupa sehingga kecakapan belajar seiring
dengan kecakapan sosial.
Berbagai
upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan telah banyak dilakukan
oleh Pemerintah antara lain pelaksanaan seminar dan lokakarya pendidikan,
pemantapan kerja guru, pemantapan materi-materi pelajaran serta model
pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu. Proses pelaksanaan model
pembelajaran CTL pada pembelajaran PKn di SMPN 5 Raha tidak hanya tergantung
pada metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen yang ada pada kegiatan
proses belajar mengajar itu akan saling menyesuaikan dalam rangka mendukung
pencapaiaan tujuan belajar bagi anak didik
(http://www.peningkatanmutupendidikan.com.html)
Komponen-komponen
itu misalnya guru, metode, alat atau teknologi, sarana dan tujuan. Untuk
mencapai tujuan model pembelajaran yang instruksional. Masing-masing komponen
itu akan merespon dan mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Semuannya
itu akan berjalan sesuai dengan harapan apabila didukung dengan penguasaan dan
kemampuan siswa.
Upaya
untuk lebih meningkatkan pelaksanaan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning). CTL
sangat sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pelaksanaan model
pembelajaran kontekstual saat ini banyak diterapkan di Sekolah-sekolah
khususnya SMP N 5 Raha. Kurangnya pemahaman konsep pendidikan kewarganegaraan
khusunya kelas VII, di duga salah satu penyebabnya adalah pelaksanaan model
pembelajaran CTL yang belum meksimal pelaksanaannya. Dari kenyataan ini salah
satu upaya yang dilakukan untuk menjawab fenomena diatas adalah dengan cara
melakukan pelaksanaan model pembelajaran CTL dengan benar dan terarah
pelaksanaannya. Hal ini dapat dilihat dalam pengertian pembelajaran CTL yaitu
pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi
dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Berhasil tidaknya pembelajaran
kontekstual pada suatu kelas tersebut tergantung pada masing-masing guru yang
menyajikan materi pelajaran pada siswa.
Pembelajaran
CTL pada dasarnya adalah konsep pembelajaran yang bertujuan untuk membekali
siswa dengan pengetahuan yang nantinya secara fleksibel dapat diterapkan dari
suatu permasalahan atau dari suatu konteks ke konteks lain sehingga pemahaman
siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal (Nurhadi, 2000: 12).
Proses
pelaksanaan model pembelajaran CTL tidak semata-mata hanya tergantung pada cara
atau metode yang dilakukan oleh guru sebagaimana model yang dipahami dalam
pembelajaran CTL. Akan tetapi komponen-komponen yang lain juga turut
mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran CTL yang dilakukan.
Komponen-komponen itu misalnya guru, siswa, lingkungan, teknologi, sarana
dan tujuan (Depdiknas, 2002).
Dalam
CTL diperlukan sebuah model pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa dengan
harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan
menghafalkan fakta. Disamping itu, dengan pelaksanaan model pembelajaran CTL
siswa belajar mengingat pengetahuan bukan seperangkat fakta dan konsep yang
siap ditertima, akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa sesuai
dengan perkembangan jaman. Proses pembelajaran terjadi antara staf pengajar
(guru, siswa, penyuluh) sebagai upaya bersama untuk mengolah proses pelaksanaan
model pembelajaran CTL dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk
terinternalisasi dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar
secara mandiri dan berkelanjutan.
Berdasarkan
uraian diatas, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Model Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning (CTL) Pada
Pembelajaran PKn di SMP Negeri 5 RAHA”
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut
1. Bagaimana Pelaksanaan Model Pembelajaran CTL Pada Mata
Pelajaran PKn Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 Raha.
2. Faktor-Faktor Apakah Yang Mendukung Dan Menghambat
Pelaksanaan Model Pembelajaran CTL Pada Pembelajaran PKn Di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 5 Raha.
3. Bagaimana Upaya-Upaya Guru Dalam Mengatasi Kelemahan
Penggunaan Metode CTL.
C. Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran CTL pada
pembelajaran PKn di sekolah menengah pertama (SMP) Negeri 5 Raha.
2. Faktor-faktor Yang Mendukung Dan Menghambat Pelaksanaan
Model Pembelajaran CTL Pada Pembelajaran PKn Di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 5 Raha.
3. Upaya-Upaya Guru Dalam Mengatasi Kelemahan Penggunaan Metode
CTL.
D. Manfaat
Penelitian
Adapun
manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai masukan untuk pembinaan dan pengembangan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajaran
CTL.
2. Dapat memberikan manfaat bagi sekolah dalam rangka perbaikan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Membatu siswa mempermudah mempelajari Pendidikan
Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajara CTL yang menekankan
kerjasama.
4. Sumbangan pemikiran bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan
dalam upaya penyempurnaan pelaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran
PKn di sekolah menengah pertama (SMP) negeri 5 Raha.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sistem
pembelajaran sekarang telah diarahakan agar para siswa dapat diajarkan dengan
sistem Contekstual Teaching and Learning
(CTL), bahwa proses pembelajaran harus berjalan secara holistik membantu siswa
untuk memahami makna dan tujuan materi ajar dengan mengaitkannya terhadap
konteks kehidupan mereka sehari-hari (koteks pribadi, sosial, kultural, atau
lingkungannya). Sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang
dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. (Muhammad Nur : Pengajaran dan pembelajaran
contextual, 2001)
Konsep
belajar CTL adalah sebuah usaha kerja sama antara guru dengan siswa dalam
mengaitkan materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapan lingkungannya. Tujuan akhir
dari sistem pembelajaran CTL adalah mefungsikan proses belajar mengajara (PBM)
mengaitkan materi ajar dengan lingkungan siswa, sehingga para siswa mendapat
pengalaman belajar yang sesuai dengan dunia nyata. (Muhammad Nur : Pengajaran dan pembelajaran contextual,
2001)
Dalam
CTL diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan
siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan
menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui konsep bukan menghafal,
mengingat pengetahuan seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, akan
tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut
pengetahuan selalu berubah sesuai perkembangan zaman.
Proses
pembelajaran terjadi antara staf pengajar (guru, dosen, penyuluh dan
sebagainya). CTL merupakan sebuah upaya bersama untuk mengolah berbagai
informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam
diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan
berkelanjutan. Maka kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran adalah
munculnya kemampuan belajar secara mandiri. Proses Belajar Mengajar (PBM) yang
sudah diakui saat ini harus dilibatkan 3 aspek, yaitu : aspek psikomotor, aspek
kognitif, dan aspek efektif. (Ananda : Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
2003)
Aspek
psikomotor dapat difasilitasi lewat adanya praktikum-praktikum dengan tujuan
terbentuknya keterampilan eksperimental. Aspek kognitif difasilitasi dengan
berbagai aktifitas penalaran dengan tujuan adalah terbentuknya penguasaan
intektual. Sedangkan aspek afektif dilakukan lewat aktifitas pengenalan dan
kepekaan lingkungan dengan tujuan terbentuknya kematangan emosional. Ketiga
aspek tersebut bila dapat dijalankan dengan baik akan membentuk kemampuan
berfikir kritis dan menculnya kreatifitas. Dua kemampuan inilah yang mendasari skill problem solving yang diharapkan
wujud dari siswa.
Untuk
menghasilkan sebuah proses pembelajaran yang baik maka paling tidak harus
terdapat 4 tahapan, yaitu : (1) tahap berbagi dan mengolah informasi, kegiatan
di kelas, laboratorium, dan perpustakaan merupakan aktifitas untuk berbagi dan
mengolah informasi, (2) tahap internalisasi, (3) mekanisme balikan, kuis,
ulangan atau ujian serta komentar dan proses balikan, (4) evaluasi, aktifitas
assesment yang berdasarkan pada tes atau tanpa tes termasuk assesment diri
adalah bagian dari proses evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan secara reviu
ataupun dengan survei terbatas. (Blanchard dalam Nur : Pengajaran dan
Pembelajaran Contextual, 2001)
Seharusnya
emplementasi proses pembelajaran di sekolah senantiasa dievaluasi untuk
memenuhi aspek-aspek diatas. Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami
sendiri, mengkonstruksikan, pengetahuan, kemudian memberi makna pada
pengetahuan itu. Transfer belajar, anak harus tahu makna belajar dan
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar, tugas guru mengatur
strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dan pengetuhuan
baru. Kemudian memfasilitasi kegitan belajar. Pentingnya lingkungan belajar,
siswa bekerja dan belajar secara baik di panggung maka tugas guru
mengarahkannya dari dekat.
Hakekatnya bahwa komponen pembelajaran
yang efektif meliputi :
a. Konstruktivisme,
konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas
pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperoleh melalui konteks yang
terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih
diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau
mengingat pengetahuan. (Nurhadi : Pembelajaran Contextual Teaching and Learning,
2003)
b. Tanya
jawab,dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru
maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan
pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan
antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa
dengan orang lain yang didatangkan di kelas. Inkuiri, merupakan siklus belajar
pengetahuan/konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya,
investigasi, analisis, kemudian membangun teori dan konsep. Siklus inkuiri
meliputi : observasi, Tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data, analisis data,
kemudian disimpulkan. Nurhadi : Pembelajaran Contextual Teaching and Learning,
2003)
c. Komunitas
belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah
komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud
dalam ; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli
ke kelas, bekerja dengan kelas sederajad, bekerja dengan kelas di atasnya,
bekerja dengan masyarakat. Pemodelan, dalam konsep ini, kegiatan
mendemonstrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau
melakukun sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberikan model how to learn (cara belajar). Nurhadi :
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, 2003)
d. Refleksi,
yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman
yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang mudah diketahui, dan hal yang
belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun
realisasinya adalah pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari
itu, catatan dari jurnal buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai
pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
e. Penilaian
autentik, prosedur penilaian yang menunjukan kemamapuan (pengtahuan,
keterampilan, sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian autentik adalah
pada pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari
sesuatu, bukan pada informasi yang diperolehnya diakhir periode. Kemajuan
belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi pada prosesnya dengan berbagai cara,
menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa. Nurhadi :
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, 2003)
Pendekatan
kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru kesiswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari
pada hasil dalam kelas kontekstual. Tugas guru membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang
baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran
guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. (Hamallik dalam
Tamburaka : Proses belajar Mengajar, 1997)
Pembelajaran
CTL merupakan alternatif dalam dalam proses belajar mengajar memberi alternatif
kepada siswa dan guru memahami materi ajar dengan konteks lingkungan alam yang
tersedia. Dalam hal ini pemahaman tentang PBM dan pemahaman CTL dan
realisasinya. Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan
pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
1. Proses belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus
mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka. Anak mencatat pola-pola bermakna dan
pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru. Para ahli sepakat
bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan
pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan. Pengetahuan tidak dapat
dipisahkan menjadi proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan
yang dapat diterapkan. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi
situasi baru. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya sendari. (Sumber : http//: Semoel, Pendekatan Contextual,
2011)
2. Transfer belajar; siswa belajar dan mengalami sendiri, buka
dari pemberian orang lain. Keterampilan dari pengetahuan itu diperluas dari
konteks yang terbatas. Penting bagi siswa tahu untuk apa ia belajar dan
bagaimana pengetahuan dan keterampilan itu.
3. Siswa sebagai pembelajar. Manusia mempunyai kecendrungan
untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecendarungan
untuk belajar dengan cepat hal-hal baru. Strategi belajar itu penting, anak
dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru, akan tetapi hal-hal yang sulit
strategi belajar amat penting.
4. Pentingnya lingkungan belajar, belajar yang efektif itu
dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di
depan kelas, siswa bekerja dan berkarya, guru mengarahkan. Pengajaran harus
pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Umpan balik
sangat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
(Sumber : http//: Semoel, Pendekatan Contextual, 2011)
B. Pengertian
Contextual Teaching and Learing (CTL)
Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan
konten materi ajar dengan situasi di dunia nyata dan memotivasi siswa untuk
membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya kedalam kehidupan
mereka sebagai anggoata keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Jadi CTL
merupakan pengajaran yang memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam berbagai macam tatanan
dalam dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah yang diasumsikan (US Department of Educational And The School
To Work Off Line dalam Nur 2001).
Kaitannya
dengan hasil belajar PKn yang menerapkan model pembelajaran CTL akan meningkat
apabila guru melakukan secara meksimal. Ini berarti menuntut kemampuan guru PKn
untuk dapat menerapkan pelaksanaan model pembelajaran CTL sesuai dengan tujuan
instruksional pembelajaran.
C. Prinsip
Penerapan CTL
Berkaitan
dengan faktor kebutuhan individual siswa, untuk menerapkan model pembelajaran
CTL guru perlu memegang prinsip pembelajaran sebagai berikut:
1. Merencanakan
pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa.
Hubungan
antara isi kurikulum dalam metodologi yang digunakan untuk mengajar harus
didasarkan pada kondisi sosial, emosional dan perkembangan intelektual siswa.
2. Membentuk
kelompok belajar yang saling tergantung.
Siswa
saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar
bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas). Kemampuan itu merupakan bentuk
kerjasama yang diperlukan orang dewasa di tempat kerja dan konteks lain.
(Brockman : Penerapan Contextual Tesching and Learning, 2001)
3. Menyediakan
lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
Lingkungan
yang mendukung pembelajaran yang mandiri memilki 3 karateristik umum yaitu
kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan
4. Mempertimbangkan
keragaman siswa
Di
kelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya misalnya latar
belakang suku bangsa, status sosial ekonomi, bahasa utama yang dipakai di
rumah, dan bebagai kekurangan yang mungking mereka miliki. (Sumber : http//:
Semoel, Pendekatan Contextual, 2011)
5. Memperhatikan
multi-intelegensi siswa
Dalam
menggunakan model pembelajaran CTL, maka cara siswa berpartisipasi dalam kelas
harus memperhatikan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, dalam melayani siswa di
kelas, guru harus memadukan berbagai strategi model pembelajaran CTL sehingga
pengajaran akan efektif bagi siswa dengan berbagai intelegensinya itu.
(Brockman 2001)
6. Mengandung teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan
pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi. (Ananda : Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 2003)
Agar
pembelajaran CTL mencapai tujuannya, maka jenis dan tingkat pertanyaan harus diungkapkan/ditanyakan.
Pertanyaan harus secara hati-hati direncanakan untuk menghasilkan tingkat
berpikir, tanggapan dan tindakan yang diperlukan siswa dan sluruh peserta di
dalam proses pembelajaran CTL.
7. Menerapkan penilaian autentik
Penilaian
autentik mengevaluasi penerapan pengetahuan dan berpikir kompleks seorang siswa
daripada hanya sekedar menghafal informasi actual kondisi alamiah pembelajaran
CTL memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan dan
keterampilan lebih dengan cara yang bervariasi dibandingkan dengan penilaian
state disiplin. (Ananda 2001)
D. Model
Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
Permasalahan
besar yang dihadapi peserta didik sekarang adalah mereka belum biasa
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu
akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka mempelajari informasi dan
motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul biasa membantu
mereka. Para siswa kesulitan untuk menghadapi konsep akadamis (seperti konsep
matematika, fisika, dan biologi), karena metode mengajar yang selama ini
digunakan oleh pendidik hanya terbatas pada metode ceramah. Di sisi lain
tentunya tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi
mereka di kehidupan. (http//: Model-model pembelajaran Contextual)
CTL
adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun
pola-pola yang mewujudkan makna dengan cara menghubungkan muatan akademis
dengan konteks kehidupan sehari-hari. Agar informasi yang diterima tidak hanya
disimpan dalam memori jangka pendek yang mudah dilupakan, Tetapi dapat disimpan
dalam memori jangka panjang. . (http//: Model-model pembelajaran Contextual)
Menurut
teori pembelajaran kontekstual, pembelajaran hanya terjadi ketika siswa
memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat
terserap ke dalam benak mereka dan mereka mampu menghubungkanya dengan
kehidupan nyata yang ada disekitar mereka. Pendekatan ini mengansumsikan bahwa
pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan
lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan
pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan
pembelajaran tidak harus di ruang kelas, tapi bisa di labolatorium, tempat
kerja, sawah atau tempat lainnya. Mengharuskan pendidik untuk pintar-pintar
memilih serta mendesain lingkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan
kehidupan nyata, baik konteks pribadi sosial, budaya, ekonomi, kesehatan serta
lainnya, sehingga siswa memiliki kemampuan dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. . (http//: Model-model
pembelajaran Contextual)
Dalam
lingkungan seperti ini, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara
ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dengan nyata, konsep
diinternalisasi melalui menentukan, memperkuat serta menghubungkan. Sebagai
contoh mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana
kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan
untuk menjaga gedung saat dikena panas atau dingin. . (http//: Model-model
pembelajaran Contextual)
Dengan
penerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikut tiga prinsip ilmiah
modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta diantara:
1. Prinsip
saling ketergantungan
Mengajarkan
bahwa segala sesuatu dialam semesta saling bergantung dan saling berhubungan.
Dalam CTL prinsip kesaling ketergantungan mengajak para pendidik untuk
mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan sisiwa-siswa,
serta dengan masyarakat dan dengan lingkunggan. Prinsip itu mengajak para siswa
untuk saling kerja sama saling mengutarakan pendapat saling mendengarkan untuk
menemukan persoalan, merancang rencana dan mencari pemecahan masalah.
2. Prisip
diferensisasi
Merujuk
pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman,
perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip ini membebaskan para siswa untuk
menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu,
berkembang dengan langkah mereka sendiri. (http//: Prinsip-prinsip Contextual
Teaching and Learning)
3. Prinsip
pengaturan diri
Menyatakan
bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan didasari oleh diri sendiri.
Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka
menerima tanggung jawab atas keputusan dari perilaku sendiri, memilih
alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi,
menciptakan solusi dengan kritis melalui bukti. Selanjutnya dengan interaksi
antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan
minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan
keterbatasan kemampuan.
Dalam
model pelaksanaan pembelajaran CTL guru dituntut membantu siswa dalam mencapai
tujuannya. Maksudnya guru lebih berurusan dengan strategi dari pada memberi
informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar lebih
menekankan student centered dari pada
teacher centered. Kurikulum dan
pengajaran yang di dasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus
disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting mengaitkan, mengalami,
menerapkan, kerja sama, dan mentrasfer.
Mengaitkan:
belajar dalam kontekstual pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan
strategi ini ketika ia mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru. Kurikulum berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks
pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatikan kejadian sehari-hari
yang mereka liat, peristiwa yang terjadi disekitar, atau kondisi-kondisi
tertentu, lalu menghubungkan informasi yang telah mereka peroleh dengan
pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap
permasalahan tersebut. (http//: Prinsip-prinsip Contextual Teaching and
Learning)
Mengalami:
belajar dalam konteks eksplorasi, merupakan inti belajar kontekstual dimana
mengingatkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun
pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat
memanipulasi peralatan dan bahan untuk melakukan penelitian aktif.
Menerapkan:
menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri
siswa. Siswa menerapkan sub konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapat memotifasi siswa dengan memberikan latihan-latihan yang
realistis dan relevan.
Kerjasama:
belajar dalam konteks berbagi, merespon dan berkomunikasi dengan siswa lain
adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang
bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok, sering dapat mengatasi masalah
yang komplek dan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu
siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan
yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan
baik, dan yang dapat bekerja sama dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya
sangat dihargai ditempat kerja. (http//: Prinsip-prinsip Contextual Teaching
and Learning)
Mentransfer:
belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan
membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat
bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.
Pendekatan
kontekstual memiliki tujuh komponen utama;
1. Konstruktivisme
(construtivism). Konstruktivisme
merupakan landasan berpikir CTL, tetapi menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya,
yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya. (http//:
Pendekatan-pendekatan Kontekstual)
2. Menemukan
(inquiry). Merupakan bagian dari inti
kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Karena pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta
tetapi hasil dari menemukan sendiri. Inquiry merupakan sebuah siklus yang
terdiri dari obsevasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan
penyimpulan.
Bertanya
(questioning). Pengetahuan yang
dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi
utama mempelajari kontekstual. Kegiatan bertanya untuk menggali informasi,
menggali pemahaman siswa, membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh
mana keingin tahuan siswa, mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa,
memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih
banyak lagi pertanyaan.
4. Masyarakat
belajar (learning komunity). Konsep
masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja
sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman,
antar kelompok dan lainnya. Dan antara yang tahu kepada yang belum tahu.
Masyarakat dikatakan belajar apabila terjadi komunikasi dua arah, dua kelompok
atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajar saling belajar.
5. Pemodelan
(modeling). Pemodelan pada dasarnya
membahas yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya
untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan. Dalam pembelajaran kontekstual,
guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa
dan juga mendatangkan dari luar.
6. Refleksi
(reflection). Refleksi merupakan cara
berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
atau yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru
menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang baru perupa
pertanyaan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian
yang sebenarnya (authentic assessment).
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran
perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa
siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan
terhadap proses maupun hasil. (http//: Prinsip-prinsip Contextual Teaching and
Learning)
E.
Penerapan
Pendekatan Kontekstual di Kelas
Pelaksanaan
model pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja,
bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaanya. Secara garis
besar, langkah pembelajaran kontekstual antara lain mengembangkan pemikiran
bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Dalam hal ini:
a. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
b. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
c. Ciptakan masyarakat pembelajar
d. Hadirkan model sebagai contoh belajar
e. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
f. Lakukan penelitian yang sebenarnya dengan berbagai cara
(Sumber
: http//: Penerapan Pendekatan Kontekstual)
Menurut
Nurhadi (2003 : 31) mengatakan bahwa model pembelajaran kontekstual didasari
oleh tujuh komponen yaitu:
1. Konstrutivisme
a. Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru
berdasarkan pengetahuan awal
b. Pembelajaran harus dikemas jadi proses pemahaman bukan
menghafal pengetahuan
2. Inquiri
a. Proses perpindahan dari pengalaman menjadi pemahaman
b. Siswa belajar menggunakan keterapilan berpikir kritis
3. Questioning
:
a. Kegiatan guru mendorong, membimbing dan menilai kemampuan
berpikir siswa
b.
Bagi siswa merupakan bagian penting
dalam pembelajaran berbasis inquiri
4. Learning
community
a. Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
b. Bekerja sama dengan orang lain lebih baik dari pada belajar
sendiri
c. Tukar pengalaman
d. Berbagi ide
5. Modeling :
a. Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir,
bekerja, dan belajar
b. Mengerjakan apa yang guru inginkan
6. Refleksion
:
a. Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
b. Mencatat apa yang telah dipelajari
c. Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic
assessment :
a. Mengukur
keterampilan dan kemampuan siswa
b. Penilaian
produk
c. Tugas
yang relevan dan kontekstual
Asmudin
(2001: 1) mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
nyata siswa dengan konsep tersebut pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
F. Teori-Teori
Pembelajaran CTL
Beberapa
teori yang berkembang berkaitan dengan pembelajaran Contextual Teaching and
Learning adalah sebagai berikut.
a.
Knowledge – Based Constructivism
Teori
ini beranggapan bahwa belajar bukan menghapal, melainkan mengalami, di mana
peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, melalui partisipasi
aktif secara inovatif dalam proses pembelajaran. (http//: Teori-teori
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)
b. Effort – Based Learning /
Incremental Theory
Teori
ini beranggapan bahwa bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan
mendorong pesertadidik memiliki komitmen terhadap belajar. (http//: Teori-teori
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)
c.
Socialization
Teori
ini beranggapan bahwa belajar merupakan proses sosial yang menentukan terhadap
tujuan belajar. Oleh karena itu, faktor sosial dan budaya merupakan bagian dari
sistem pembelajaran. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning)
d. Situated Learning
Teori
ini beranggapan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus situasional, baik
dalam konteks secara fisik maupun konteks sosial
dalam rangka mencapai tujuan belajar. (http//: Teori-teori Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning)
e. Distributed Learning
Teori
ini beranggapan bahwa manusia merupakan bagian integral dari proses
pembelajaran, yang didalamnya harus ada terjadinya proses sebagai pengetahuan
dan bermacam – macam tugas. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning)
f. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang
perlu dilakukan. (http//: Teori-teori Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning)
G. Teori-Teori
Belajar
Menurut
Asri Budininsih (Belajar dan Pembelajaran: 2005)Belajar adalah kegiatan yang
berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental dalam melaksanakan
setiap jenis dan jenjang pendididkan. Belajar merupakan suatu proses perubahan
tinggkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan
penjelasan diatas maka akan dikemukakan beberapa teori-teori tentang belajar
adalah sebagai berikut:
a. Teori
Belajar Menurut Watson
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan
dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat
diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. (
Slameto : Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengauhinya, 1995)
b. Teori
Belajar Menurut Clark Hull
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan
hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku
juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis
(Bell, Gredler, 1991).
c. Teori
Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas
belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat
terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi
stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap.
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran
utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan
oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
d. Teori
Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang
dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku
(Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin
timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Selain
dari teori-teori tersebut diatas,ada juga teori lain yang berhubungan arat
dengan belajar seperti:
a. Teori Belajar Humanis
Dalam
humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan
dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah sebagai seorang
fasilitator.Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah
untuk membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan
yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap
manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk
berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu dalam kaitannya maka setiap
diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan
berkembang mencapai aktualisasi diri. (http//: macam-macam Teori Belajar)
b. Teori belajar Behavioristik
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus
dan respon. (http//: macam-macam Teori Belajar)
c. Teori
Pembelajaran Sosial
Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip
bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement)
di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku
yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya,
daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih
memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan
pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan (Bandura, 1986
dan Wielkeiwicks, 1995).
d. Teori Belajar bermakna
Ausubel
berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui
proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel
beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di
tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam
kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka
kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel,
lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi,
diagram, dan ilustrasi. (David Ausebel : Teori-teori Belajar, 1996)
H. Kerangka Pikir
Kata
kontekstual
berasal dari kata Context yang berarti “hubungan, konteks, suasana dan
keadaan konteks”. Sehingga pembelajaran kontekstual atau Contextual
Teaching and Learning
(CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan
suasana tertentu. Secara umum contextual
mengandung arti : yang berkenenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung,
mengikuti konteks, yang membawa maksud, makna dan kepentingan.
Belajar
akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti
berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pembelajaran
kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari.Contextual Teaching
and Learning yang umumnya disebut dengan pembelajaran kontekstual merupakan
suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta
didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang
dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan
pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik
memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan
ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
Konsep
dasar strategi Contextual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menentukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal
yang harus kita pahami.
Pertama,
Pembelajaran Kontekstual atau CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual atau CTL tidak
mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan
menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua,
Pembelajaran Kontekstual (CTL)
mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini
sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, Pembelajaran Kontekstual (CTL)
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan
hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi
bagaiman materi pelajaran itu dapat mewar perilakunya dalam kehidupan sehari –
hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan
kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan
nyata.
Jadi
pembelajaran CTL adalah sebuah usaha kerjasama antara guru dan siswa dalam
mengaitkan materi belajar dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan lingkungannya. Tujuan
akhir system pembelajaran CTL adalah mengfungsikan proses belajar mengajar
(PBM) mengaitkan materi belajar dengan lingkungan siswa. Dalam CTL diperlukan
sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa, Dengan harapan siswa mampu
mengkonstruksikan penetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Di
samping itu siswa belajar melalui mengalami buka menghafal, mengingat
pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkambangan jaman. (http//:
Pembelajaran Contextual Teachin and Learning)
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian lapangan. Dikatakan demikian karena peneliti
terlibat langsungg di lokasi penelitian
B.
Lokasi
Penelitian
Tempat
penelitian ini dilaksakan di SMP N 5 Raha, Jln. Jend. Sudirman No. 71 Raha
Kecamatan Katobu, Kabupaten Muna.Dimana disebelah timur berbatasan dengan
Jln.Sultan Syahrir,Seblah utara berbatasan dengan Jln.Emy Saelan,dan sebelah
selatan berbatasan dengan Jln Sugi Manuru. Adapun luas lahan pada area
penelitian ini adalah 3.962 m2 dengan nomor statistic sekolah 20.1.200201056
C. Waktu
Penelitian
ini dilaksanakan mulai tanggal 19 Mei sampai dengan 23 Mei 2011.
D. Instrumen
Penelitian
Instrumen
penelitian ini adalah wawancara dan angket. Hal ini dapat dilihat dari
pelaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.
E.
Subyek
Penelitian
Dalam
penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa/siswi kelas VII
Semester ganjil Tahun ajaran 2010/2011, dan 1 orang guru yang mengajar PKn di
SMP N 5 Raha.
F.
Prosedur
Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara
menggunakan angket dan wawancara, kepada pihak yang terlibat langsung tanpa
adanya mediasi mengenai palaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran
PKn di SMP Negeri 5 Raha.
G. Teknik
Penelitian
Teknik
penelitian ini adalah deskriptif, berupa kata-kata secara lisan dari pihak
yang diamati berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan untuk
menggambarkan pelaksanaan model pembelajaran CTL pada pembelajaran PKn di SMP
Negeri 5 Raha.
H. Definisi
Operasional
Fokus
kajian
a. Proses
pelaksanaan model pembelajaran yang menggunakan model pembelajara CTL pada
pembelajaran PKn di kelas VII SMP N 5 Raha
b. Faktor
pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembelajaran CTL pada mata pelajaran
PKn.
c. Upaya-upaya
guru dalam mengatasi kelemahan penggunaan metode CTL di sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Asmudin,
2001. Pembelajaran Berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning) Depdiknas. Surabaya
Nur,
Muhammad, 2001. Pengajaran dan
Pembelajaran Contextual. Depdiknas Surabaya
Nurhadi,
dkk, 2003. Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL).Universitas Negri Malang
Ali,
Muhammad, 1985. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Sinar Harapan, Bandung
Ardiana,
Leo Indra, dkk, 2002. Metode Pembelajaran
(Modul Pelatihan Terintegrasi). Proyek P2M SLTP : Jakarta
Hartadji,Nursyafii.2001.Pengembangan dan Uji Coba Perangkat
Kontekstual Teaching and Learning.Jakarta:Depdikbuds
Ismail,2002.
Model-Model Pembelajaran.Jakarta;
Depdiknas.
Rostiyah,M.K.1989.Masaalah-masalah kegururuan.jakarta:Bina
aksara
Rusian,Tabrani,dkk.1989.
Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung:Remaja karya.
Slameto,1995.
Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta.
Sulistiyono,T.
2003. Wawasan Pendidikan (Metode
Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi). Jakarta : Proyek peningkatan
mutu SLTP.
Soenarto,
Sunaryo. 2002. Interaksi Pembelajaran dan
Pengelolaan kelas. Jakarta: Dirjen dikdasmen.
Sulistyono,T.2003.Wawasan Pendidikan (Metode Pelatihan
Terintegrasi Berbasis Kompetensi).Jakarta:Proyek Peningkatan Mutu SLTP.
Indra
Kusuma, Amir Damien.1986. Pengatar Ilmu
Pendididkan. Usaha Nasional:Jakarta.
Rostiyah,
M.k.1989. Masalah-Masalah Keguruan.
Jakarta:Bina aksara.
Maleong,
Lexy.1993 Metode Pelatihan Kualitatif.
Jakarta:Rosda karya.
Azhari,
Ilyas. Psikologi Pendidikan. Semarang
: Toha Putra. 1996
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses
Pendidikan. Bandung Remaja Rosdakarya. 2005
Nursyamsi. Psikologi Pendidikan. Padang : Baitul
Hikmah. 2003
Budiningsih,
Asri. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta : Rineka Cipta. 2005
Syah,
Muhibbin. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya. 200
0 komentar:
Posting Komentar