BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan
kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa
pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar
serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan di Indonesia
merupakan suatu system yang harus mampu menciptakan anak bangsa yang memiliki
sensitifitas terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan,
serta mendorong terjadinya sebuah kebersamaan dalam keadilan hak. Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah
pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman
selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya.
Kondisi dunia pendidikan di
Indonesia tidak serta-merta seperti tergambarkan di atas. Berbagai fakta
menyatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan,
bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara
di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105
(1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk
Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12
dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang
dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya
saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang
disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia
hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53
negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga
ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata
hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The
Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya
delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years
Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Dari data-data di atas tentang rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia menjelaskan bahwa ada something wrong (masalah) dalam sistem pendidikan. Masalah tersebut
kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Untuk itu, salah satu solusi
adalah setiap unsur dalam dunia pendidikan harus memahami dengan baik landasan
pendidikan sehingga dapat menjalankan roda pendidikan dengan baik sehingga
tujuan pendidikan Indonesia dapat tercapai.
Landasan pendidikan di Indonesia terdiri atas
landasan Ideologi, Landasan Konstitusional, Landasan Visional, Landasan
Filosofi, Landasan Historis, Landasan Hukum, Landasan Antropologi, Landasan
Psikologi, Landasan Sosiologi, Landasan Ekonomi dan Profesionalisme Guru. Dalam
makalah ini penulis akan membahas tentang Landasan Hukum Pendidikan di
Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana
menyikapi berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia ?
2. Bagaimana
implikasi landasan hukum dalam pengembangan konsep penidikan di Indonesia ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Menjelaskan
bagaimana menyikapi berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia.
2. Menjelaskan
implikasi landasan hukum dalam pengembangan konsep pendidikan di Indonesia.
D.
MANFAAT
Manfaat
yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk
Sekolah, makalah ini diharapkan bisa memberikan solusi terhadap persoalan
pendidikan yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikann dan mampu
melaksanakan pendidikan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh hukum dan
Undang-Undang.
2. Untuk
Peneliti Pendidikan, dapat dijadikan referensi untuk penulisan karya ilmiah
maupun penelitian tentang pendidikan.
3. Untuk
Penulis, dapat menambah wawasan tentang landasan hukum pendidikan yang
merupakan pijakan pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN LANDASAN HUKUM
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau
mendasari atau titik tolak. Landasan hukum seorang guru boleh mengajar
misalnya, adalah surat keputusan tentang pengangkatannya sebagai guru. Yang
melandasi atau mendasari ia menjadi guru adalah surat keputusan itu beserta
hak-haknya. Surat keputusan itu merupakan titik tolak untuk ia bisa
melaksanakan pekerjaan guru. Begitu pula halnya anak-anak sekarang diwajibkan
belajar paling sedikit sampai dengan tingkat SLTP, adalah dilandasi atau
didasari atau bertitik tolak pada Peraturan Pendidikan tentang Pendidikan Dasar
dan ketentuan wajib tentang belajar.
Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai
aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah
ini, bila dilanggar akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku
pula. Seorang guru yang melanggar disiplin misalnya, bisa dikenai sanksi dalam
bentuk kenaikan pangkatnya ditunda. Begitu pula seorang peserta didik yang
kehadirannya kurang dari 75% tidak diizinkan mengikuti ujian akhir.
Hukum atau aturan baku diatas, tidak selalu dalam
bentuk tertulis. Seringkali aturan itu dalam bentuk lisan, tetapi diakui atau
ditaati masyarakat. Hukum adat misalnya, banyak yang tidak tertulis, diturunkan
secara lisan turun-temurun di masyarakat, yang merupakan kebiasaan yang sangat
kuat mengikat masyarakat. Huum seperti ini juga menjadi landasan pendidikan.
Kalau masyarakat masih taat melaksanakan gotong royong dalam kehidupan, maka
sekolahpun perlu menanamkan kebiasaan-kebiasaan gotong royong dalam kehidupan
kepada para siswa-siswanya.
Uraian diatas memberikan gambaran jelas tentang
makna kata landasan hukum. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku
sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksankan kegiatan-kegiatan
tertentu dalam hal ini kegiatan pendidikan.
B. PENDIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG
DASAR 1945
Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum
tertinggi di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang lain harus
tunduk atau tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ini. Sesuai
dengan namanya, ia mendasari semua perundang-undangan yang muncul kemudian.
Kedudukan seperti ini membuat Undang-Undang Dasar mengandung isi yang sifatnya
umum. Demikianlah aturan tentang pendidikan dalam Undang-Undang Dasar ini sangat
sederhana.
Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yatu Pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu
menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan.
Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.
Ayat 2 Pasal ini berbunyi : Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat ini berkaitan dengan wajib
belajar 9 tahun di SD dan SMP yang sedang dilaksanakan. Agar wajib belajar ini
berjalan lancar, maka biayanya harus ditanggung oleh Negara. Kewajiban Negara
ini berkaitan erat dengan ayat 4 pasal yang sama yang mengharuskan negarai
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.
Ayat 3 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional. Ayat ini mengharuskan
pemerintah mengadakan satu system pendidikan nasional, untuk member kesempatan
kepada setiap warga Negara mendapatkan pendidikan. Kalau karena suatu hal
seseorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar,
maka mereka bisa menuntut hak itu kepada pemerintah. Atas dasar inilah
pemerintah menciptakan sekolah-sekolah khusus yang bisa melayani kebutuhan
masyarakat terpencil, penduduknya tersebar berjauhan satu dengan yang lain.
Sekolah-sekolah yang dimaksud antara lain ialah SD kecil, SD pamong, SMP
terbuka, dan system belajar jarak jauh.
Pasal 32 Undang-Undang Dasar itu pada Ayat 1
bermaksud memajukan budaya nasional serta memberi kebebasan kepada masyarakat
untuk mengembangkannya dan ayat 2 menyatakan Negara menghormati dan memelihara
bahasa daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Mengapa pasal ini juga
berhubungan dengan pendidikan ? Sebab penddikan adalah bagian dari kebudayaan.
Seperti kita ketahui bahwa kebudahaan adalah hasil dari budi daya manusia.
Kebudayaan akan berkembang bila budi daya manusia ditingkatkan. Sementara itu
sebagian besar budi daya bisa dikembangkan kemampuannya melalui pendidikan.
Jadi bila pendidikan maju, maka kebudayaan pun akan maju pula.
Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang
saling mendukung satu sama lain. Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan
berarti juga sebagai upaya memajukan pendidikan.
C. Undang-Undang Ri Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Di antara peraturan perundang-undangan RI yang
paling banyak membicarakan pendidikan adalah Undang-Undang RI Nomor 20 tahun
2003. Sebab undang-undang ini bisa disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan
pendidikan. Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala
sesuatu yang bertalian dengan pendidikan, mulai dari pra sekolah sampai dengan
pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 1 ayat 2 berbunyi : “Pendidikan Nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dsar 45 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia, dan tanggap
terhadap tuntunan perubahan zaman. Undang-undang ini mengharuskan pendidikan
berakar pada kebudayaan nasional dan nilai-nilai agama yang berdasarkan pada
Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Ini berarti teori-teori pendidikan dan
praktik-pratik pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak bolah tidak
haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia dan agama. Tetapi kenyataan
menunjukkan kita belum punya teori-teori pendidikan yang khas sesuai dengan
budaya bangsa. Kita sedang mulai membangunnya teori pendidikan kita masih dalam
proses pengembangan. Teori-teori pendidikan beserta prakteknya yang dilakukan
di Indonesia sampai saat ini sebagian besar merupakan teori-teori yang diimpor
dari luar negeri. Dimana para pendidika elajar disitulah mereka menerima
teori-teori pendidikan. Dimana para penguasa pendidikan mengadakan studi
banding, disitu pulalah mereka menerima teori-teori itu. Teori-teori luar
negeri itu lengkap dengan buku-bukunya dibawa ke Indonesia, sebagian ditatarkan
kepada para pendidik lainnya, tentu sesudah direvisi sana-sini.
Teori-teori dari luar negeri ini tidak mesti
direplikasi dulu melalui penelitian-penelitian. Sebagian besar diterapkan
begitu saja di negeri ini. Karena teori itu banyak ragamnya, yang diterapkan
pun dipilih sesuai dengan pandangan dan selera pendidik, terutama oleh yang
mempunyai wewengan menentukan kebijakan pendidikan.
Selanjutnya pasal 1 Ayat 5 berbunyi : Tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam
penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga
kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan tenaga kependidikan
tertera dalam pasal 39 ayat 1, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup
tenaga administrasi, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas,
peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber
belajar.
Dari ketujuh macam tenaga kependidikan tersebut di
atas ditambah ayat 2 tentang pendidikan, yang sudah jelas kedudukan dan
wewenangnya, baik karena keahlian maupun karena surat keputusan yang
diterimanya adalah penilik/pengawas, peneliti dan pengembang pendidikan,
pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar. Tentang tenaga pendidik dan
tenga pengelola sebagian sudah jelas karena keahlian dan surat pengangkatan,
tetapi sebagian lagi belum jelas. Mereka itu sebgian besar pendidik dan
pengelola pada jalur nonformal dan informal, baik pendidikan keluarga maupun
pendidikan di masyarakat. Tetapi secara hukum kedudukan mereka tetap sah karena
mereka telah mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bukan hanya warga masyarakat yang mengabdikan diri
pada jalur informal dan nonformal saja, yang peranannya sah sebagai pendidik,
tetapi juga bagi mereka yang mengabdikan diri pada jalur formal. Di Negara maju
warga Negara seperti ini cukup banyak jumlahnya. Dalam batas-batas tertentu
mereka membantu dan bekerja sama dengan personalia sekolah memajukan
pendidikan. Kerjasama seperti ini sangat bagus dan perlu dikembangkan. Kerja
sama seperti ini pulalah yang didambakan oleh undang-undang pendidikan kita,
seperti tertulis dalam penjelasan pasal 6 sebagai berikut : Memberdayakan semua
komponen masyarakat berarti pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan
masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerja sama yang saling melengkapi dan
memperkuat.
Jadi, disamping masyarakat mempunyai kewajiban
membiayai pendidikan, mereka juga mempunyai kewajiban memikirkan, memberi
masukan, dan membantu penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah. Kewajiban ini
perlu diinformasikan kepada masyarakat luas, agar mereka menjadi lebih paham.
Dengan demikian partisipasi warga masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
diharapkan semakin besar. Partisipasi itu bisa saja ditampung lewat komite
sekolah atau badan-badan lain yang sejenis, sehingga kegiatan badan-badan
seperti itu tidak hanya terfokus pada upaya mencari dana tambahan, melainkan
juga kepada masalah-masalah lain, seperti mengembangkan kurikulum local,
disiplin proses belajar mengajar, kesediaan menjadi narasumber, penanganan
kenakalan siswa, peningkatan respek terhadap guru, dan sebagainya.
Demikianlah tugas dan kewajiban pendidik dan
pengelola pendidikan yang berasal dari masyarakat umum, baik pada pendidikan di
masyarakat maupun di sekolah perlu mendapat penegasan dan informasi lebih
rinci. Dengan cara ini diharapkan perhatian, pengetahuan dan komitmen mereka
lebih meningkat dalam menyelenggarakan pendidikan.
Selanjutnya, pasal 5 Undang-Undang pendidikan
berbunyi : Setiap warga Negara berhak atas kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu, baik bagi mereka yang berlainan fisik, di
daerah terpencil, maupun yang cerdas atau berbakat khusus, yang bisa
berlangsung sepanjang hayat. Semetara itu pasal 6 mewajibkan warga Negara
berusia 7 sampai 15 tahun mengikuti pendidikan dasar.
Semua pihak seharusnya berusaha menyukseskan program
wajib belajar ini. Pihak pemerintah berusaha dengan berbagai cara agar program
ini berjalan lancer, begitu pula pihak masyarakat yang putra-putranya dikenai
oleh pendidikan harus juga berusaha membantu pemerintah. Sebab kalau masyarakat
berdiam diri, apalagi menentang program wajib belajar ini, berarti
menelantarkan atau meniadakan peluang untuk mendapatkan kesempatan belajar
tersebut. Dapat saja sikap atau tindakan itu dikatakan melalaikan hukum atau
menentang hukum. Kalau hal ini terjadi jelas akan merugikan masyarakat sendiri,
baik sebagai konsekuensi dan melalaikan atau menentang hukum maupun dan
kerugian yang diterima oleh putra-putra mereka akibat tidak dapat kesempatan
mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya.
Undang-undang pendidikan ini membedakan jalur
pendidikan dengan jalur nonformal dan informal yang tertera pada pasal 13.
Dikatakan jalur pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah secara berjenjang dan bersinambungan, sedangkan jalur pendidikan
nonformal dan informal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar
sekolah yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan. Sebagai konsekuensi
dari peraturan ini maka yang berhak masuk ke jalur pendidikan nonformal dan
informasl tidak dibatasi umurnya. Orang boleh masuk ke lembaga ini kapan saja
dan pada umur berapa saja. Boleh juga berhenti kapan saja dalam waktu yang tak
terbatas sebelum melanjutkan studi lagi atau berhenti selamanya.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hasil belajar
pada jalur pendidikan formal tidak mesti sama baiknya dengan hasil belajar pada
jalur pendidikan nonformal. Belum ditemukan hasil penelitian untuk menjawab
pertanyaan ini. Namun dari pengamatan di sana-sini, tampaknya tidak ada
perbedaan yang mencolok tentang prestasi belajar kedua kelompok ini, terutama
bila dikaitkan dengan tugas belajar, izin belajar dan belajar sambil bekerja di
perguruan tinggi. Prestasi belajar itu sebagian besar ditentukan oleh minat,
bakat dan kemampuan mereka masing-masing. Sebab itu baik jalur sekolah maupun
jalur luar sekolah, bila pendidikannya dikelola dan dilaksanakan secara
professional akan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda.
Pada jalur pendidikan formal yang terdiri dari
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan khusus, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik dan pendidikan professional (pasal 15). Pendidikan umum
terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan menengah umum, pendidikan kejuruan
adalah pendidikan menengah kejuruan, pendidikan khusus adalah pendidikan untuk
anak-anak luar biasa, dan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang banyak
diwarnai oleh keagamaan. Sementara itu pendidikan akademik dan
professional/lokasi diselenggarakan di perguruan tinggi.
Pendidikan kedinasan tertulis pada pasal 29 yang menyatakan
untuk meningkatkan kinerja pegawai dan calon pegawai negeri yang
diselenggarakan oleh departemen atau nondepartemen pemerintah. Pendidikan ini
bisa dalam jalur formal bisa juga nonformal.
Pendidikan anak usia dini tertuang pada pasal 28,
yang terjdi pada jalur formal, nonformal dan informal. Taman Kanak-Kanak
termasuk pendidikan jalur formal.
Hal lain yang perlu diberi penjelasan adalah
pendidikan akademik dan pendidikan professional. Pasal 20 menyebutkan bahwa
sekolah tinggi, institute dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademi
dan politeknik menyelenggarakan pendidikan professional. Pertama-tama yang
perlu dijelaskan adalah apa beda endidikan akademik dengan professional.
Pendidikan akademik adalah pendidikan yang berupaya melayani pengembangan
sikap, berpikir dan perilaku ilmiah para mahasiswa sehingga mereka dapat
mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dengan demikian kemampuan orientasi pendidikan
akademik ini adalah pada kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi dan seni
melalui kegiatan-kegiatan penelitian. Dengan harapan mereka yang telah lulus
dari pendidikan ini kelak dapat mendarmabaktikan dirinya pada upaya
pengembangan-pengembangan tersebut di atas, baik untuk ilmu, teknologi dan seni
yang bersifat universal, maupun yang khas sesuai dengan kebudayaan dan
geografis bumi Indonesia. Yang terakhir ini sangat diperlukan mengingat
Indonesia mempunyai kebudayaan tersendiri yang diwarnai oleh filsafat Pancasila
dan geografis tersendiri pula. Jadi tamatan-tamatan ini diharapkan mampu
mandiri atau berkelompok mengadakan pengembangan-pengembangan itu, berarti pula
mampu menghidupi diri sendiri. Implikasinya adalah mereka tidak pad tempatnya
menuntut untuk ditempatkan dalam suatu tugas pekerjaan tertentu. Karena pada
hakikatnya mereka tidak disiapkan untuk mampu melaksanakan tugas teretntu yang
sudah ada di masyarakat. Mereka ini hanya dibina lahir batin agar semua
potensi, terutama bakat mereka berkembang secara optimal. Dengan bakat yang
sudah berkembang ini mereka diharapkan mampu mencari kerja atau menciptakan
kerja sendiri.
Tamatan pendidikan akademik inilah yang diberi gelar
sarjana, magister atau doktor. Gelar sarjana dan magister ditulis di belakang
nama, sedangkan gelar doktor ditulis di depan nama yang berhak. Sementara itu
lulusan professional hanya diberi sebutan professional. Sebab makna
professional berbeda dengan akademik. Bila istilah akademik berkaitan dengan
sikap, berpikir dan perilaku ilmiah, maka istilah professional berkaitan dengan
pelayanan terhadap klien atau orang yang membutuhkan secara benar.
Pendidikan professional menekankan pada aplikasi
teori-teori ang telah ada. Yang dipelajari dalam pendidikan ini adalah
teori-teori atau konsep-konsep yang ada sebagai temuan dari para akademisi dan
cara-cara penerapannya di lapangan secara efektif dan efisien. Para mahasiswa
tidak begitu penting mempelajari bagaimana terjadinya suatu teori, mengetes
kebenaran suatu teori, atau mereplikasinya agar cocok dengan keadaan wilayah
tertentu. Pekerjaan-pekerjaan seperti ini adalah tugas para akademisi, yaitu
mereka yang telah memiliki gelar. Sebaliknya dalam pendidikan professional ini
penerapan suatu teori lebih diperhatikan, di samping memahami teori itu
sendiri.
Penerapan suatu teori akan mencakup tenaga-tenaga
pembantu, alat-alat pembantu, lingkungan kerja, iklim kerja, materi yang
dikerjakan, system penilaian, efektifitas, efisien dan akuntabilitas. Mari kita
ambil contoh di bidang kedokteran, yang harus menyembuhkan pasien dari
penyakitnya. Dokter itu membutuhkan pembantu berupa perawat dan para pegawai,
membuuthkan berbagai alat untuk bekerja, lingkungan kerjanya harus tenang dan
kalau sedang mengoperasi pasien harus memakai memakai ruang bebas kuman, iklim
kerja yang bergairah dan saling membantu, setiap kegiatan dinilai proses sertea
hasilnya. Dan disini akan diketahui keberhasilan atau efektivitas kerjanya,
serta efisiensinya bila dikaitkan dengan waktu dan uang. Tingkat keberhasilan
penyembuhan dan lamanya berobat akan menentukan akuntabilitas kerja dokter itu
atau sampai berapa besar hasil pengobatan itu member kepuasan kepada pasien
beserta keluarganya, dokter itu sendiri, serta pengelola rumah berobat itu.
Bila pendidikan akademik membuat manusia berkembang
secara optimal, maka pendidikan professional berusaha membuat manusia-manusia
pekerja dalam bidang-bidang tertentu.
Pada pasal 12 menyebutkan peserta didik mempunyai
hak untuk mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya
yang diajarkan oleh pendidik yang seagama. Mereka juga berhak mendapatkan
pelayanan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Mendapatkan beasiswa
bagi yang berprestasi tetapi tidak punya dana. Mendapatkan biaya pendidikan
bagi orang tuanya yang tidak mampu. Pindah program pendidikan ke program lain
atau lembaga pendidikan lain yang setara. Dan boleh menyelesaikan pendidikan
sesuai dengan kecepatan mereka masing-masing.
Dari pasal-pasal tersebut di atas dapat dilihat
adanya pendidikan yang bersifat terbuka, berhak pindah ke sekolah lain, berhak
mendahului menyelesaikan program dan mengembangkan mina, bakat serta
kemampuannya. Yang dimaksud dengan pendidikan terbuka disini antara lain
adalah :
1. Peserta
didik berhak pindah ke lembaga atau sekolah lain dengan alasan tertentu.
Sebagai missal, kalau orang tua pindah tempat tinggal, maka anak-anaknya harus
pula diberi kesempatan pindah. Contoh lain ialah kalau kesehatan anak tidak
cocok dengan kondisi wilayah sekolah itu, maka ia harus diberi kesempatan
pindah. Anak-anak juga berhak dipindahkan ke kelas atau ke sekolah yang lebih
tinggi kalau kemampuannya sudah melebihi tuntutan di kelas atau di sekolah
semula. Bila hal ini tidak diizinkan, maka yang melarang bisa kena sanksi
hukum.
2. Peserta
didik berhak menyelesaikan program belajar mendahului teman-temannya, termasuk
berhak lulus lebih dahulu. Disini terkandung maksud kemampuan dan kecepatan
anak tidak boleh dihambat.
3. Peserta
didik berhak mengikuti pelajaran atau studi sesuai dengan minat, bakat, dan
kemampuannya. Anak-anak tidak boleh diarahkan ke kebutuhn pasar yang ada yang
bertentangan dengan bakatnya. Orang tua tidak boleh memaksakan kehendaknya agar
anak memasuki jurusan tertentu, yang menurut pandangan orang tua menguntungkan
dari segi ekonomi, misalnya. Penghalang pengembangan minat, bakat dan kemampuan
ini juga bisa dikenai sanksi hukum.
Selanjutnya pasal 39 tentang kewajiban tenaga
kependidikan. Kewajiban itu secara berturut-turut adalah sebagai berikut :
1. Membina
loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideology Negara Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan landasan idea l dan landasan konstitusional bangsa dan
Negara. Loyal terhadapnya merupakan kewajiban utama bagi semua warga Negara.
2. Menjunjung
tinggi kebudayaan bangsa. Tenaga kependidikan harus menghargai dan memelihara
budaya bangsa. Bagi yang mengagung-agungkan kebudayaan asing, tetapi
menomorduakan atau merendahkan kebudayaan sendiri bisa dituntut secara hukum.
3. Melaksanakan
tugas dengan penuh tanggungjawab dan pengabdian. Butir ini menunjukkan bahwa
bagi tenaga kependidikan yang malas bekerja, tidak bertanggungjawab, dan
bekerja hanya karena gaji dapat pula dituntut secara hukum.
4. Meningkatkan
kemampuan professional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pembangunan bangsa. Kaliman ini mengharuskan para tenaga
kependidikan belajar terus secara formal dan bisa juga belajar secara tidak
formal. Bagi yang melalaikan kewajiban mengembangkan profesi bisa juga dikenai
sanksi atas dasar pasal ini.
5. Menjaga
nama baik sesuai dengan kepercayaan, yang diberikan masyarakat, bangsa dan
Negara. Nama baik bisa dijaga antara lain dengan cara bekerja secara
professional, seperti mengutamakan pengabdian, mengerjakan sesuatu sesuai
dengan teori, taat pada waktu, bersemangat dan sebagainya.
Pasal 45 Undang-Undang ini menyangkut pengadaan dan
pendayagunaan sumber daya pendidikan yang harus dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat dan keluarga peserta didik. Pemerintah, masyarakat dan keluarga
adalah partner penyelenggaraan pendidikan. Ketiganya patut bertanggungjawab
bersama dalam batas-batas kemampuan mereka masing-masing secara professional
dalam bidang perencanaan, pengadaan, pelaksanaan dan pengawasan. Sehingga
pendidikan di tingkat manapun tidak hanya diserahkan kepada sekolah saja untuk
menanganinya.
Yang dimaksud dengan sumber daya pendidikan adalah
seperti tersebut di bawah ini :
1.
Materi
yang dipelajari peserta didik
2.
Metode
yang dipakai untuk belajar dan mengajar
3.
Berbagai
alat perga
4.
Berbagai
media pendidikan
5.
Orang-orang
seperti pengelola, guru, narasumber dan pengawas
6.
Informasi
pendidikan
7.
Dana
pendidikan
8.
Sarana
pendidikan
9.
Prasarana
pendidikan
Sementara itu yang bisa ikut ditangani oleh
masyarakat atau tokoh masyarakat dan keluarga peserta didik adalah sebagai
berikut :
1. Materi
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang disebut kurikulum muatan lokal
2. Beberapa
alat peraga yang ada di masyarakat dan atau yang dimiliki oleh masyarakat/orang
tua peserta didik
3. Beberapa
narasumber yang ada di masyarakat, yaitu orang-orang yang memiliki ketrampilan
tertentu yang tidak dimiliki oleh sekolah
4. Masyarakat
dan orang tua siswa juga berfungsi sebagai pengawas terhadap pelaksanaan
pendidikan di sekolah
5. Memberikan
informasi yang bertalian dengan pendidikan
6. Membantu
dana pendidikan dan ikut mencari sumber-sumber dana yang baru
7. Membantu
mengembangkan prasarana dan sarana pendidikan.
Pasal yang bertalian dengan kurikulum yang perlu
diberi penjelasan adalah pasal 36 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pengembangan ini harus
memperhatikan (ayat 3) peningkatan iman dan takwa (agama), peningkatan akhlak
mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat, keragaman potensi daerah,
tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, dinamika perkembangan global dan
persatuan nasional serta nilai-nilai kebudayaan nasional. Menurut pasal ini ada
dua macam kurikulum yaitu kurikulum nasional dan kurikulum lingkungan setempat.
Kurikulum nasional ditetapkan oleh pemerintah pusat, sementara itu kurikulum
lingkungan ditetapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang bersangkutan beserta
badan lain yang berwenang untuk itu. Badan itu adalah Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah.
Komite Sekolah bersama-sama dengan sekolah
menyelenggarakan pendidikan. Kerjasama antara masyarakat, orang tua peserta
didik dan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan adalah sah secara hukum.
Oleh sebab itu kerjasama ini sngat pantas bila diwadahi oleh suatu badan.
Dengan cara ini pengurusan penyelenggaraan pendidikan akan menjadi lebih mudah.
Selanjutnya pada UU NO. 20 tahun 2003 Pasal 58
mengatakan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik.
Sementara itu evaluasi peserta didik, program dan lembaga pendidikan dilakukan
oleh lembaga mandiri yang mengacu pada criteria standar nasional.
Evaluasi hasil belajar dalam pendidikan system
desentralisasi dilakukan oleh badan atau lembaga pada tingkat desentralisasi
itu. Evaluasi atau ujian akhir di Indonesia pada waktu ini dilakukan oleh tim
pendidik sekabupaten/kota. Kelak dapat juga dilakukan oleh guru-guru pada
masing-masing sekolah manakala desentralisasi sudah ada pada tingkat sekolah.
Evaluasi formatif, sumatif, dan ujian akhir haruslah afeksi, kognisi dan
psikomotor agar ada jaminan tujuan pendidikan nasional bisa diwujudkan.
Keuntungan yang bisa dipetik pada desentralisasi
pendidikan antara lain adalah :
1. Ujian
akhir bisa dilakukan sendiri
2. Ujian
akhir hanya diikuti oleh peserta didik di kelas terakhir di lembaga pendidikan
itu sendiri
3. Karena
peserta tidak banyak, maka tidak sulit untuk menilai segala aspek perkembangan
yang dituntut oleh lembaga bersangkutan.
4. Ini
berarti aspek afeksi, kognisi, dan psikomotor bisa dimasukkan ke dalam materi
ujian
5. Akibatnya
setiap peserta didik akan berusaha mengembangkan dirinya pada ketiga aspek itu
secara berimbang
6. Keuntungan
akhir yang didapat dari kondisi seperti ini adalah lebih mudah, mewujudkan
cita-cita bangsa untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya yang
berkepribadian Pancasila.
Walaupun keuntungan tersebut di atas akan diperoleh
melalui system desentralisasi dalam pendidikan, masih diperlukan beberapa
syarat agar pendidikan dapat berjalan dengan baik. Syarat yang dimaksud antara
lain :
1. Kriteria
bisa diterima di lembaga pendidikan di atasnya adalah kualitas perkembangan
peserta didik secara keseluruhan, yaitu afeksi, kognisi dan psikomotor.
2. Para
pendidik pada setiap lembaga pendidikan mampu menilai peserta didik secara
objektif. Artinya tidak perlu membandingkan hasil penilaian itu dengan hasil
penilaian di lembaga-lembaga pendidkan yang lain yang sejenis dan setingkat.
3. Setiap
pengelola mampu mengelola lembaga pendidikannya secara professional.
D. Undang-undang RI no. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen
Banyak
hal dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yang belum banyak disosialisasikan
kepada masyarakat. Contohnya klasifikasi
misalnya adalah dalam wujud ijazah, sementara itu sertifikasi adalah sebagai
bukti tenaga professional. Pada makalah ini akan diuraikan beberapa pasal.
Pasal
8 berbunyi : Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Sementara itu pasal 10 menyatakan kompetensi guru
mencakup pedagogic, kepribadian, sosial dan professional. Yang menarik disini
adalah pernyataan yang menekankan kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Disini guru diminta tidak hanya sekedar mengajaradah peserta didik
paham dan terampil tentang materi pelajaran yang diajarkan, melainkan
materi-materi pelajaran itu hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Itulah sebabnya guru harus mengembangkan afeksi, kognisi dan
ketrampilan peserta didik secara berimbang dan menilainya yang ketiganya
dimasukkan ke dalam rapor.
Sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh pemerintah (pasal 11). Ini berarti sertifikasi tidak boleh
dikeluarkan oleh badan-badan atau lembaga-lembag lain selain seperti tersebut
di atas. Ketentuan ini bermaksud menjaga mutu kualifikasi guru.
Bagi guru yang berkualits memenuhi persyaratan
tersebut di atas diberi imbalan seperti yang tertuang dalam pasal 15 yaitu gaji
pokok, beserta tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus bagi yang bertugas di daerah khusus, dan maslahat
tambahan. Yang dimaksud dengan maslahat tambahan tertuang dalam pasal 19,
berupa kesejahteraan seperti tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan
beasiswa, layanan kesehatan, dan penghargaan-penghargan tertentu. Guru juga
diberi cuti seperti pegawai bisa dan tugas belajar (Pasal 40).
Pada pasal 24 menentukan tentang pengangkatan guru.
Guru pendidikan menengah dan pendidikan khusus diangkat, ditempatkan,
dipindahkan dan diberhentikan oleh pemerintah propinsi. Sedangkan untuk guru
pendidikan dasar dan usia dini dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pada pasal 42 menguraikan tentang organisasi profesi
guru yang memiliki wewenang sebagai berikut :
1.
Menetapan
dan menegakkan kode etik guru
2.
Memberikan
bantuan hukum kepada guru
3.
Memberikan
perlindungan profesi guru
4.
Melakukan
pembinaan dan pengembangan profesi guru
5.
Memajukan
pendidikan nasional
Secara umum, persyaratan untuk dosen tidak banyak
berbeda dengan persyaratan guru, seperti kualifikasi, kompetensi dan
sertifikasi juga dipersyaratkan bagi dosen. Pasal 46 menyatakan dosen minimal
lulusan magister untuk mengajar di program diploma dan sarjana, dan lulusan
program doktor untuk mengajar di pascasarjana.
Pasal 48 menyebutkan untuk menduduki jabatan guru
besar harus memiliki ijazah doktor. Dengan demikian dosen nondoktor tidak
diizinkan mengusul menjadi guru besar. Maksud aturan ini adalah agar semua guru
besar memiliki kualifikasi yang bagus. Selanjutnya pasal 49 menyebutkan guru
besar yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental sangat istimewa dalam
bidangnya dan diakui secara internasional dapat diangkat menjadi professor
paripurna.
Sama dengan guru, para dosen ini juga dapat imbalan
bagi yang memenuhi semua persyaratan. Imbalan yang dimaksud adalah gaji pokok
besert tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan dan maslahat tambahan. Yang
dimaksud dengan tunjangan kehormatan adalah tunjangan yang hanya diberikan
kepada dosen yang menjabat guru besar setelah berdinas dua tahun. Di samping
imbalan tersebut di atas, para dosen juga diberi hak cuti seperti pegawai pada
umumnya dan cuti untuk studi atau melakukan penelitian dengan tetap menjadap gaji
penuh.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Untuk
menyikapi berbagai masalah pendidikan di Indonesia, setiap unsur pelaksana
pendidikan seharusnya melihat kembali landasan yang merupakan pijakan dari
pendidikan, agar setiap permasalahan pendidikan dapat teratasi dan berajalan
sesuai dengan jalur yang telah ditentukan oleh hukum
2. Beberapa
implikasi landasan hukum dalam pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Untuk merealisasikan
terwujudnya pengembangan manusia Indonesia seutuhnya seperti yang telah
dikemukakan sebagai tujuan pendidikan nasional, diperlukan perhatian yang sama
terhadap pengembangan afeksi, kognisi dan psikomotor pada semua tingkat
pendidikan.
- Dalam kaitannya dengan
memajukan kerjasama antara sekolah, masyarakat dan orang tua dalam
penyelenggaraan pendidikan, perlu digalakkan kegiatan kerjasama dalam bentuk
antara lain menampung aspirasi masyarakat, serta mencari sumber-sumber dana
sebanyak mungkin dan bekerjasama memikirkan segala sesuatu untuk kemajuan
pendidikan.
B. SARAN
Pendidikan
adalah menjadi tanggung jawab semua unsur yang terdapat dalam sistem
pendidikan. Oleh karena itu, unsur-unsur tersebut setidaknya segera menemukan
solusi atas permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini dengan selalu
berpegang pada hukum yang menjadi landasan pelaksanaan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta,
Made. 2009. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Siswoyo,
Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta
Undang-Undang
Sistim Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003
Undang-Undang
Tentang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005
http://longlifeeducation-sukses.blogspot.com/2011/04/landasan-hukum-pendidikan-bag-1.html
http://sarahsmart.org/landasan-hukum-pendidikan-indonesia/
http://www.geocities.ws/m_win_afgani/arsip/LANDASAN_HUKUM_PENDIDIKAN.pdf
MAKALAH (ABDUL RAHMAN RAZIK)
0 komentar:
Posting Komentar